Sejarah Kerajaan Aceh : Raja, Kejayaan dan Peninggalan – LezGetReal

Kerajaan Islam Aceh

Kerajaan Islam Aceh Seperti yang kita tahu Provinsi Aceh dikenal dengan sebutan serambi Mekkah dan lekat dengan syariat Islamnya. Sejarah mencatat bahwa Aceh merupakan salah satu pintu masuk penyebaran agama Islam di Indonesia. Masuknya Islam ke Aceh berpengaruh terhadap berdirinya beberapa Kerajaan Islam salah satunya Kerajaan Aceh Darusalam.

Kerajaan Aceh Darussalam juga disebut dengan Kerajaan Aceh dan Kesultanan Aceh. Berdirinya Kerajaan ini adalah pada saat menjelang keruntuhan dari Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan ini mengalami puncak masa kejayaan saat berada di bawah kekuasaan Sultan Iskandar Muda.

Artikel ini akan membahas sejarah Kerajaan Aceh secara lengkap. Mencakup sejarah berdiri, masa kejayaan, keruntuhan dan peninggalan kerajaan ini. Berikut adalah penjelasannya untuk anda simak :

Sejarah Kerajaan Aceh


Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh

Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh berdiri bersamaan dengan penobatan Sultan Pertamanya, Sultan Ali Mughayat Syah. Penobatan tersebut terjadi pada hari Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H. Kerajaan ini memiliki ibu kota Bandar Aceh Darussalam.

Ada catatan yang menyebutkan bahwa Kerajaan Aceh Darussalam ini didirikan untuk melanjutkan kekuasaan dari Samudera Pasai. Pada masa Kerajaan ini, sektor politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan mengalami perkembangan pesat.

Baca Juga: Kerajaan Majapahit


Sultan-Sultan Kerajaan Aceh

Sultan Sultan Kerajaan Aceh

Seperti halnya Kerajaan Islam, raja disebut dengan Sultan. Adapun Sultan-sultan yang pernah memimpin Kerajaan ini adalah :

1. Sultan Ali Mughayat Syah

Sultan Ali Mughayat Syah adalah sultan pertama dari Kerajaan Aceh. Ia memegang tampuk kekuasaan dari tahun 1514-1528 M. Di bawah kuasanya, Kerajaan ini memiliki wilayah mencakup Banda Aceh- Aceh Besar.

Selain itu, Kerajaan Aceh juga melakukan perluasan ke beberapa wilayah di Sumatera Utara, yaitu daerah Daya dan Pasai. Sultan Ali juga melakukan serangan terhadap kedudukan Portugis di Malaka dan juga menaklukkan Kerajaan Aru.

2. Sultan Salahuddin

Salahuddin merupakan anak dari Sultan Ali Mughayat Syah. Setelah meninggalnya Sultan Ali Mughayat Syah, pemerintahan dilanjutkan oleh putranya tersebut. Sultan Salahuddin memerintah dari tahun 1528-1537 M.

Sayangnya, Sultan Salahudin kurang memperhatikan Kerajaannya saat berkuasa. Maka dari itu, Kerajaan ini sempat mengalami kemunduran. Akhirnya di tahun 1537 M, tampuk kekuasaan pindah ke tangan saudaranya, Sultan Alaudin Riayat Syah.

3. Sultan Alaudin Riayat Syah

Sultan Alaudin Riayat Syah berkuasa  dari tahun 1537-1568 M.  Di bawah kekuasaannya, Kerajaan ini berkembang pesat menjadi Bandar utama di Asia bagi pedagang Muslim mancanegara. Lokasi Kerajaan Aceh yang strategis menjadi peluang untuk menjadikannya sebagai tempat transit bagi rempah-rempah  Maluku. Dampaknya, Kerajaan Aceh saat itu terus menghadapi Portugis.

Kerajaan Aceh dibawah kepemimpinan Alaudin Riayat Syah juga memperkuat angkatan laut. Selain itu, Kerajaan ini juga membina hubungan diplomatik dengan Kerajaan Turki Usmani.

4. Sultan Iskandar Muda

Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan ini mengalami puncak kejayaannya. Iskandar Muda memimpin dari tahun 1606 – 1636 M. Sultan Iskandar Muda melanjutkan kepemimpinan dari sultan Alauddin Riayat Syah.

Iskandar Muda memberikan terobosan baru untuk Kerajaan. Beliau mengangkat pimpinan adat untuk setiap suku serta menyusun tata negara (qanun) yang menjadi pedoman penyelenggaraan aturan Kerajaan.  Saat itu, Kerajaan Aceh menduduki 5 besar Kerajaan Islam terbesar di dunia setelah Kerajaan  Maroko, Isfahan, Persia dan Agra.

Kerajaan ini berhasil merebut pelabuhan penting dalam perdagangan (pesisir barat dan timur Sumatera, dan Pesisir barat Semenanjung Melayu). Selain itu, Kerajaan Aceh juga membina hubungan diplomatik dengan Inggris dan Belanda untuk memperlemah serangan Portugis.

5. Sultan Iskandar Thani

Sultan Iskandar Tahani memerintah dari tahun 1626-1641 M. Berbeda dengan sultan-sultan sebelumnya yang mementingkan ekspansi, Iskandar Thani memperhatikan pembangunan dalam negeri.

Selain itu, sektor pendidikan agama Islam mulai bangkit di masa kepemimpinannya. Terbukti dari lahirnya buku Bustanus salatin yang dibuat oleh Ulama Nuruddin Ar-Raniry.  Meskipun Iskandar Thani hanya memerintah selama 4 tahun, Aceh berada dalam suasana damai. Syariat Islam sebagai landasan hukum mulai ditegakkan. Hubungan dengan wilayah yang ditaklukkan dijalan dengan suasana liberal, bukan tekanan politik atau militer.


Runtuhnya Kerajaan Aceh

Runtuhnya Kerajaan Aceh

Kerajaan ini mulai mengalami kemunduran sejak meninggalnya sultan Iskandar Thani. Hal itu dikarenakan tidak ada lagi generasi yang mampu mengatur daerah milik Kerajaan Aceh yang begitu luas. Akibatnya, banyak daerah taklukan yang melepaskan diri seperti Johor, Pahang, dan Minangkabau.

Selain itu, terjadi pertikaian terus menerus antara golongan ulama (Teungku) dan bangsawan (Teuku). Pertikaian ini dipicu oleh perbedaan aliran keagamaan (aliran Sunnah wal Jama’ah dan Syiah).

Meskipun begitu, Kerajaan Aceh tetap berdiri sampai abad ke 20. Kerajaan Aceh juga sempat dipimpin beberapa Sultanah (Ratu). Ratu yang pernah memimpin Kerajaan Aceh yaitu  Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam (1641-1675 dan Sri Ratu Naqiatuddin Nur Alam (1675-1678).

Sayangnya, pertikaian yang terjadi terus menerus serta wilayah Kerajaan Aceh yang terus berkurang membuat Kerajaan Aceh runtuh di awal abad 20 dan dikuasai oleh Belanda.

Baca Juga: Kerajaan Kutai


Peninggalan Kerajaan Aceh

Runtuhnya Kerajaan Aceh

Ada banyak peninggalan-peninggalan Kerajaan Aceh yang masih dapat kita lihat sampai sekarang. Peninggalan tersebut adalah :

1. Masjid Raya Baiturrahman

Bangunan Masjid ini merupakan kebanggaan rakyat Aceh sampai sekarang. Masjid raya Baiturrahman ini dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612 Masehi. Letaknya tepat di tengah  pusat Kota Banda Aceh. Mesjid ini pernah dibakar saat Agresi Militer II dan akhirnya dibangun kembali oleh pihak Belanda.

Ketika Tsunami 2004 Melanda Aceh, Mesjid ini tetap kokoh berdiri melindungi warga yang berlindung di dalamnya. Sampai saat ini, masjid ini terus dikembangkan atau direnovasi menjadi lebih cantik. Terakhir,masjid ini telah direnovasi menjadi mirip dengan masjid Nabawi di Madinah.

2. Gunongan

Gunongan ini merupakan bangunan yang juga dibangun oleh Sultan Iskandar Muda. Bangunan ini dibangun atas dasar cinta Sultan Iskandar Muda pada seorang Putri dari Pahang (Putroe Phaang).  Sultan Iskandar muda menjadikannya sebagai permaisuri. Karena cintanya yang sangat besar, Sultan Iskandar Muda memenuhi keinginan Putroe Phaang untuk membangun sebuah taman sari yang indah yang dilengkapi dengan Gunongan.

Saat ini, Taman Sari dan Gunongan menjadi tempat yang terpisah menjadi taman sari, taman putro phaang dan Gunongan. Letak antara tiga tempat itu hampir berdekatan dengan Masjid raya Baiturrahman sehingga anda mudah mengunjunginya.

3. Mesjid Tua Indrapuri

Masjid ini awalnya adalah sebuah candi peninggalan dari Kerajaan Hindu di Aceh. Namun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, candi ini diubah fungsinya menjadi masjid. Anda masih dapat melihat bangunan yang strukturnya mirip dengan candi namun berpadu dengan nuansa Islami ini di Indrapuri, Aceh Besar.

Selain tiga tempat diatas, masih banyak peninggalan lain yang masih terjaga. Peninggalan berupa benda misalnya uang logam emas, meriam, dan lain-lain. sementara itu, penerapan qanun yang berasal dari pemerintahan sultan Iskandar muda juga diterapkan dalam pemerintahan Aceh saat ini.

Demikianlah pemaparan lebih lengkap tentang sejarah Kerajaan Aceh. Meskipun Kerajaan ini sudah lama runtuh, pengaruh nilai-nilai dan peninggalan lainnya masih terjaga di masyarakat Aceh. Oleh karena itu kita harus melestarikannya.

Nama sultan-sultan dari Kerajaan Aceh ini pun masih dikenang oleh masyarakat Aceh sampai saat ini. Hal itu menunjukkan bahwa Kerajaan ini memang menorehkan bekas sejarah yang besar di tanah rencong.

Kerajaan Islam Aceh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *