Peta Jakarta : Beserta Gambar dan Penjelasan – LezGetReal

Peta Jakarta

Peta Jakarta – Tahukah Anda, bahwa hingga dekade 70-an, peta Jakarta yang kita punyai adalah warisan dari pemerintah kolonial Belanda? Hal itu agaknya sedikit sulit dipercaya. Terlebih hidup di zaman sekarang, kita dimudahkan untuk menemukan lokasi dengan GPS (Geographic Positioning System).

Kini, hanya bermodalkan telepon genggam pintar dan data internet, kita bisa menemukan lokasi hingga yang paling pelosok sekali pun. Sedikit mundur ke belakang, sebelum masa GPS merajalela, kita mengenal peta sebagai penunjuk arah.

Peta dibuat dengan memasukkan informasi-informasi tempat dalam bentuk gambar dan/atau denah sebagaimana kondisi aslinya. Peta digambarkan secara berskala dari ukuran sebenarnya. Konsep gambar berskala ini pun dipakai pula dalam GPS yang banyak kita gunakan sekarang.

Sebelum komputerisasi mewabah di segala bidang pada periode tahun 90-an, banyak hal yang harus dilakukan secara manual. Termasuk proses pembuatan peta harus dilakukan secara manual, karena belum ada aplikasi pembuatan peta semacam GIS (Geographic Information System). Maka jangan kaget dengan minimnya perhatian yang diberikan untuk memperbarui peta, meski itu adalah peta ibukota negara kita tercinta, sebelum milenium ke-2.


Gambar Peta Jakarta

Gambar Peta Jakarta

Baca Juga: Peta Kalimantan


Peta Jakarta Lengkap

Peta Jakarta Lengkap


Peta Buta Jakarta

Peta Buta Jakarta


Peta Provinsi Jakarta

Peta Provinsi Jakarta

Baca Juga: Peta Indonesia


Latar Belakang Pembuatan Peta Jakarta

Adalah Gunther Holtorf, orang pertama yang tertantang untuk menyelesaikan misi pembaharuan peta Jakarta. Hal tersebut dilakukannya karena tidak mendapatkan peta tata ruang seperti yang ia butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaannya dari Dinas Tata Kota Jakarta pada masa itu. Yang didapatkannya adalah peta Jakarta masa Belanda yang berisikan kawasan Jatinegara, Menteng, Kota, dan sedikit Kebayoran.

Dimulailah perjalanan Holtorf berjalan menyusuri gang-gang Jakarta, dari pukul 6 sampai 9 pagi pada hari kerja dan seharian penuh pada hari libur. Ini terus dilakukan meski banyak kisah yang mengiringi, mulai dari bertemu dengan preman sampai kecopetan. Hingga empat tahun kemudian, tahun 1977, Holtorf menghadiahkan Peta Jakarta edisi pertama pada ulang tahun Jakarta yang ke-450.

Edisi pertama tersebut terus dipebarui, dilatarbelakangi oleh pembangunan Jakarta yang tak mengenal kata berhenti. Tahun 1997, edisi ke-11 dari peta Jakarta dicetak – lengkap hingga ke nama jalan dan gang.


Sejarah Jakarta

Dikenal sebagai Sunda Kelapa (zaman Kerajaan Sunda), Jayakarta/Djajakarta/Djakarta (masa pemerintahan Kesultanan Banten), Batavia (era pendudukan Belanda), lalu Jakarta (pendudukan Jepang) – Jakarta selalu menjadi pusat aktivitas manusia. Dengan keberadaan Sungai Ciliwung, kota yang terletak di bagian barat laut Pulau Jawa ini menjadi saksi sejarah akan berbagai masa pemerintahan.

Berada di wilayah yang strategis, Sunda Kelapa menjadi incaran Bangsa Portugis setelah berhasil menduduki Malaka. Enggan menghadapi pertumpahan darah, Kerajaan Sunda menyerahkan Sunda Kepala kepada Portugis. Kejadian ini memicu amarah dari Sultan Demak yang kemudian mengirimkan pasukan tentara untuk merebut Sunda Kelapa dari Portugis.

Berhasil mengusir Portugis, sang Sultan memerintahkan kepada utusannya untuk mendirikan Kesultanan Banten dan menyerahkan pengurusan wilayah Sunda Kelapa pada kerajaan baru. Nama Sunda Kelapa lalu diubah menjadi Jayakarta.

Datanglah masa penjajahan Belanda dan menjadikan Jayakarta sebagai basis pemerintahan dan diubah namanya menjadi Batavia. Pada masa kekuasaan VOC, pembangunan dipusatkan di kawasan yang kini kita kenal sebagai Kota Tua, yaitu yang berada dekat dengan laut utara (tahun 1619 – 1799). Berakhir masa VOC dan diambil alih oleh pemerintah Belanda, ‘Kota Baru’ dikembangkan di bagian selatan (antara tahun 1809 – 1942).

Selama pendudukan singkat Jepang, Jakarta tidak mengalami banyak perkembangan dalam hal penataan kotanya. Setelah proklamasi kemerdekaan, Jakarta (ejaan lama: Djakarta) dipilih sebagai ibukota negara.

Baca Juga: Peta Jawa Tengah


Pembagian Wilayah Jakarta

Provinsi DKI Jakarta memiliki luas 662,33 kilometer persegi yang terbagi dalam 6 wilayah kota dan/atau kabupaten administratif, dengan 44 kecamatan dan 267 kelurahan. Total populasi penduduk menurut hasil survei tahun 2015 berjumlah 10.177.924 jiwa dengan kepadatan 15.367 jiwa per kilometer persegi. Rata-rata pertumbuhan penduduk adalah bertambah 1,02 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

1. Kabupaten Kepulauan Seribu

Kepulauan seribu adalah satu-satunya kabupaten yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Daerah kepulauan ini berada di Laut Jawa, sebelah utara wilayah Jakarta di Pulau Jawa. Merupakan wilayah administratif Jakarta yang terkecil, dengan hanya memiliki 2 kecamatan dan 6 kelurahan, serta luas wilayah 8,7 kilometer persegi.

Jumlah populasi penduduk dan kepadatan penduduknya pun terkecil dibandingkan dengan wilayah administratif Jakarta yang lain, yakni populasi 23.340 jiwa dengan kepadatan 2684 jiwa per kilometer persegi. Kegiatan administrasi pemerintahan kabupaten ini dijalankan di Pulau Pramuka.

2. Kota Jakarta Barat

Jakarta Barat adalah kawasan dengan populasi terbesar kedua di Provinsi DKI Jakarta, yakni 2.463.560 jiwa penduduk dengan kepadatan 19.018 jiwa per kilometer persegi. Angka kepadatan ini adalah yang tertinggi di seluruh provinsi.

Memiliki luas wilayah 129,54 kilometer persegi yang terbagi dalam 8 kecamatan dan 56 kelurahan. Pusat pemerintahan kota diselenggarakan di Kembangan.

3. Kota Jakarta Pusat

Jakarta Pusat merupakan lokasi di mana pusat pemerintahan Republik Indonesia dan pusat pemerintahan Provinsi DKI Jakarta berada. Di kota inilah Istana Kepresidenan yang menjadi simbol pusat pemerintahan negara ini berdiri. Sementara itu, kegiatan pemerintahan untuk kota Jakarta pusat sendiri dilakukan di Menteng.

Berfungsi sebagai lokasi pusat pemerintahan, Jakarta Pusat memiliki populasi terkecil kedua setelah Kepulauan Seribu di Provinsi DKI Jakarta. Jumlah total populasi penduduk adalah 914.182 jiwa dengan tingkat kepadatan sebesar 18.993 jiwa per kilometer persegi, menjadi yang terpadat kedua di Jakarta. Tingginya angka kepadatan dikarenakan luas wilayah hanyalah seluas 48,13 kilometer persegi.

4. Kota Jakarta Selatan

Jakarta Selatan merupakan konsentrasi pembangunan pada masa kekuasaan Belanda setelah era VOC berakhir. Pusat pemerintahan kota dilangsungkan di Kebayoran Baru dengan luas wilayah administratif 141,27 kilometer persegi dan menaungi 10 kecamatan dan 65 kelurahan. Jumlah kecamatan dan kelurahan terbanyak bersama dengan Jakarta Timur.

Jumlah populasi penduduk adalah sebesar 2.185.711 jiwa dengan kepadatan mencapai 15.472 jiwa per kilometer persegi.

5. Kota Jakarta Timur

Jakarta Timur merupakan kota dengan daerah administratif terluas di Provinsi DKI Jakarta, yaitu 188,03 kilometer persegi. Pusat pemerintahan diselenggarakan di Cakung dan memiliki 10 kecamatan serta 65 kelurahan, sama jumlahnya dengan Jakarta Selatan.

Selain sebagai wilayah terluas, Jakarta Timur juga memiliki populasi penduduk tertinggi sebanyak 2.843.816 jiwa. Kepadatan penduduk berdasarkan luas wilayah terhitung sebesar 15.124 jiwa per kilometer persegi.

6. Kota Jakarta Utara

Jakarta Utara adalah pusat pertumbuhan Jakarta di masa lampau, di mana kawasan Kota Tua berada (berbagi dengan Jakarta Barat). Luas wilayah adalah yang terluas kedua setelah Jakarta Timur, yakni seluas 146,66 kilometer persegi dan memiliki 6 kecamatan serta 31 kelurahan. Kegiatan administrasi pemerintahan diselenggarakan di Koja.

Populasi penduduk berjumlah 1.747.315 jiwa dan tersebar dengan kepadatan 11.914 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan penduduk adalah yang terendah kedua setelah Kepulauan Seribu.

Dengan kemajuan teknologi, kini kita bisa mendapatkan berbagai tema peta Jakarta sesuai yang dibutuhkan. Peta utama daerah administratif, tata ruang, persebaran penduduk, persebaran kepadatan, hingga persebaran banjir pun dapat kita peroleh. Ini tidak lepas dari jasa Holtorf yang bersedia meluangkan waktu hingga berpuluh tahun dan ‘menggambar’ Jakarta.

Meski ada sedikit rasa getir, karena (lagi-lagi) orang asinglah yang peduli dan tanggap dengan kondisi negara ini. Mungkin karena (waktu itu) fokus perhatian tengah dipusatkan pada hal lain atau mungkin karena alasan tidak adanya kemampuan (dan kemauan). Yang bisa kita lakukan sekarang sebagai generasi penerus adalah berusaha yang terbaik yang kita bisa agar tidak lagi mengecewakan ibu pertiwi.

Peta Jakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *