Suku Asmat : Sejarah, Kebudayaan dan Adat Istiadat [Lengkap] – LezGetReal

Suku Asmat

Suku Asmat – Suku Asmat adalah suku yang ada di Papua. Salah satu suku yang tinggal di Indonesia bagian timur ini sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Sebagai suku yang paling populer di Papua, tentunya menarik dan berbeda dengan suku-suku lainnya di Indonesia.

Suku Asmat juga memiliki populasi penduduk terbesar di Papua. Penduduk Suku Asmat dapat kita temukan persebarannya di pedalaman dan di tepi pantai. Kebudayaan adalah cermin kehidupan suatu masyarakat.

Begitu pula dengan Suku Asmat yang memiliki kebudayaan yang melambangkan kehidupan mereka. Kebudayaan bagi mereka bukan sekadar turun temurun, namun lebih dari itu sebagai pola dan tujuan besar yang tersimpan di dalamnya.

Sebagai suku yang unik khas timur tentunya memiliki keanekaragaman budaya, keanekaragaman yang dimiliki oleh Suku Asmat akan dijelaskan selengkapnya dibawah ini:


Upacara Adat Suku Asmat

Upacara Adat Suku Asmat

Seperti kebanyakan suku-suku di Indonesia lainnya, Suku Asmat juga memiliki upacara adat tersendiri yang berbeda dengan suku lain. Upacara adat yang dimiliki oleh Suku Asmat seperti:

1. Ritual Kematian

Suku Asmat memiliki pemikiran yang unik mengenai kematian. Pasalnya, mereka menganggap kematian bukanlah hal yang alamiah. Kematian diartikan sebagai adanya roh jahat yang mengganggu si meninggal tersebut. Sehingga, ketika kerabat mereka sakit maka mereka akan membuatkan pagar dari dahan pohon nipah.

Pagar tersebut dimaksudkan agar roh jahat yang berkeliaran disekitar mereka tidak akan bisa mendekati si sakit lagi. Mereka juga hanya akan berkerumun di sekeliling si sakit tanpa mengobati atau memberinya makan. Namun, ketika si sakit meninggal, mereka akan berebutan memeluk dan keluar menggulingkan badan di lumpur.

Setelah si sakit meninggal, maka mayat itu akan diletakkan di atas para (anyaman bambu) hingga dibiarkan membusuk. Tulang-tulangnya nanti akan disimpan di atas pokok-pokok kayu. Selain itu, tengkoraknya diambil untuk dijadikan bantal sebagai tanda kasih sayang terhadap si meninggal.

Ada juga yang meletakkan mayat si meninggal di atas perahu lesung dengan dibekali sagu untuk dialirkan ke laut. mayat dikubur dengan ketentuan si laki-laki tanpa mengenakan busana sedangkan si perempuan mengenakan busana. Mayat-mayat tersebut dikuburkan di hutan, pinggir sungai, maupun semak-semak.

Orang-orang yang sudah meninggal juga dibuatkan mbis (ukiran orang). Hal ini karena mereka percaya bahwa roh-roh orang meninggal masih berkeliaran disekitar rumah.

2. Upacara Mbismbu (Membuat Tiang)

Mbis adalah sejenis ukiran patung tonggak nenek moyang atau kerabat mereka yang sudah meninggal. Upacara sakral satu ini memiliki makna sebagai pengingat kerabat mereka yang sudah mati dan terbunuh. Atas kematian itu, kerabat harus segera membalaskan dendamnya dengan membunuh pelakunya.

3. Upacara Tsyimbu (Pembuatan Dan Pengukuhan Rumah Lesung)

Upacara pembuatan dan pengukuhan rumah lesung ini dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Perahu nantinya akan dicat warna merah berseling putih diluarnya dan warna putih didalamnya. Perahu tersebut juga diukir gambar keluarga yang sudah meninggal atau dapat juga berupa gambar binatang, dan lainnya.

Setelah dicat, perahu akan dihias dengan sagu. Sebelum menggunakannya, para keluarga berkumpul dirumah orang yang paling berpengaruh di kampung tersebut. Biasanya adalah kepala suku atau kepala adat mereka. Hal ini sebagai wujud perayaan dengan dipertunjukkan nyanyian-nyanyian yang diiringi tifa.

Para pendayung perahu nantinya akan memakai hiasan cat warna merah putih dan bulu-bulu burung. Suasana akan berubah menjadi ramai riuh dengan sorak sorai anak-anak dan wanita. Namun dibalik suasana itu, ada juga yang menangis karena mengenang kerabat mereka yang sudah tiada.

Dahulu perahu-perahu yang dibuat itu digunakan untuk memanas-manasi musuh agar berperang. Namun, seiring perkembangannya perahu-perahu tersebut dibuat dan difungsikan untuk mengangkut bahan makanan.

4. Upacara Yentpokmbu (Ritual Pembuatan Rumah Yew Atau Rumah Bujang)

Rumah bujang dalam Suku Asmat diberi nama sesuai marga pemiliknya. Rumah bujang ini digunakan untuk berbagai kegiatan yang religius maupun non religius. Untuk Rumah ini juga digunakan untuk berkumpul keluarga. Namun dalam keadaan tertentu, seperti adanya penyerangan maka anak-anak dan wanita dilarang masuk.


Tarian Dan Alat Musik Suku Asmat

Tarian Dan Alat Musik Suku Asmat

Tarian Tobe merupakan tarian khas Suku Asmat yang disebut juga tarian perang. Jenis tarian Tobe dulunya memang tarian yang dilakukan ketika ada perintah dari kepala adat untuk berperang.

Seiring perkembangannya, tarian ini digunakan untuk menyambut tamu sebagai bentuk respect mereka terhadap tamu yang datang. Tarian Tobe ini dipadukan dengan nyanyian-nyanyian yang sifatnya membakar semangat diiringi alat musik tifa.

Penari mengenakan manik-manik dada, rok dari akar bahar, dan daun-daun yang diselipkan dalam tubuh mereka. Hal ini melambangkan bahwa masyarakat Suku Asmat sangat dekat dengan alam.


Rumah Adat

Rumah Adat

Sebagai suku yang tinggal di pedalaman dan di tepi pantai, penduduk Suku Asmat memiliki rumah tradisional yang bernama jeu. Rumah Jeu ini memiliki panjang 25 meter. Selain itu, banyak juga penduduk Suku ini yang membuat rumah di atas pohon.


Ukiran Suku Asmat Yang Khas

Ukiran Suku Asmat Yang Khas

Suku Asmat terkenal dengan karya ukiran-ukirannya yang dibumbui nilai-nilai magis. Namun, dibalik itu ternyata ukiran Suku Asmat ini memiliki makna dan fungsi tersendiri, yaitu : melambangkan kehadiran roh nenek moyang, mengungkapkan rasa sedih dan bahagia, lambang kepercayaan dengan motif manusia, hewan, dan tumbuhan.

Ukiran Suku Asmat memiliki ciri khas yakni polanya yang unik dan bersifat naturalis. Hal ini karena masyarakat Suku Asmat dekat dengan alam. Lukisan mereka dapat berbentuk manusia, hewan, tumbuhan, alat musik mereka, dan lain-lain yang menimbulkan kesan estetis naturalis.

Bagi Suku Asmat, mengukir tidak hanya menciptakan sebuah ukiran dengan nilai estetis dan tingkat kerumitan tertentu. Lebih dari itu, ukiran dimaknai sebagai simbol penghormatan terhadap leluhur yang sudah meninggal. Sehingga nilai spiritualitas akan selalu muncul di setiap bentuk dan guratan pada ukirannya.


Adat Istiadat

Adat Istiadat

Di dalam kehidupan kesehariannya, Suku Asmat memiliki adat yang menjadi pegangannya secara turun temurun. Adat istiadat ini sampai sekarang masih dijaga oleh penduduk Suku Asmat. Berikut beberapa adat istiadat yang berasal dari Suku ini:

  • Kehamilan. Masyarakat Suku Asmat sangat menjaga kehamilan seorang wanita ditengah-tengah keluarga mereka. Mereka memperlakukan wanita hamil dengan baik hingga tercapainya proses persalinan dengan selamat.
  • Kelahiran. Setelah mencapai proses persalinan, keluarga tersebut akan mengadakan upacara selamatan dengan pemotongan tali pusar menggunakan sembilu. Sembilu yang digunakan untuk memotong dibuat dari bambu yang dilanjarkan. Untuk perkembangannya, si bayi akan disusui oleh ibunya selama usia 2-3 tahun.
  • Pernikahan. Pernikahan dilaksanakan ketika mencapai usia 17 tahun atau lebih. Tentunya hal ini telah mendapatkan kesepakatan dari kedua belah pihak. Selain itu, ada uji keberanian dari pria untuk membeli wanita menggunakan piring antik yang nilainya disesuaikan penafsiran harga perahu Johnson.
  • Kematian. Pengecualian dalam mengurus orang meninggal berlaku bagi kepala adat. Kepala suku atau kepala adat yang meninggal mayatnya akan dimumikan dan dipajang di depan joglo Suku Asmat.

Demikian kebudayaan Suku Asmat yang bernilai estetis klasik yang ada dalam kehidupan masyarakat Suku Asmat. Ada pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari Suku Asmat ini. Meskipun masyarakatnya religius magis, mereka sangatlah menghargai alam karena segala aktivitas dan yang terjadi adalah karena alam dan seisinya.

Suku Asmat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *