Kerajaan Kediri – Negara Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai banyak kepulauan yang tersebar ke seluruh penjuru tanah air. Sehingga tidak mengherankan jika terdapat banyak sekali kebudayaan, norma-norma dan adat-istiadat yang berlaku di masyarakat.
Sebelum Indonesia menjadi negara kesatuan dalam NKRI dahulu kala Indonesia merupakan wilayah kerajaan dan salah satunya adalah Kerajaan Kediri. Ada berbagai macam kerajaan yang ada di wilayah Indonesia, mulai dari kerajaan yang bercorak Budha, Hindu bahkan Islam.
Salah satu kerajaan bercorak Hindu yang sangat terkenal di nusantara adalah Kerajaan Kediri. Kerajaan ini ini biasa disebut juga dengan Kerajaan Panjalu yang terletak di Jawa Timur sekitar tahun 1042-1222.
Pusat kerajaan Panjalu (Kediri) terletak di kota Daha tepatnya kalau sekarang di sekitar kota Kediri. Kota Daha (Dahanapura) ini sendiri sudah ada sebelum kerajaan ini berdirinya.
Hal ini bisa dilihat dari adanya prasasti Pamwatan pada tahun 1042 dari Airlangga. Untuk lebih jelasnya mari kita simak mengenai sejarah, raja-raja hingga peninggalan kerajaan Hindu ini.
Sejarah Kerajaan Kediri
Sebelum kerajaan yang dipimpin oleh Airlangga ini pecah menjadi dua bagian sudah memiliki nama Panjalu yang terletak di Daha. Kerajaan Janggala terlahir dari pecahan Kerajaan Panjalu sedangkan Kahuripan adalah kota lama yang ditinggalkan Airlangga yang kemudian menjadi ibukota Janggala.
Wilayah Kerajaan Janggala meliputi Malang, Pasuruan, Surabaya dan sungai Brantas (pelabuhan kota Rembang). Sedangkan untuk kerajaan Panjalu dengan ibukota Daha wilayahnya meliputi Madiun dan Kediri. Batas antara wilayah Panjalu dan Janggala ini diceritakan dalam prasasti Mahaksubya (1289) yang tertulis dalam kitab Negarakertagama (1365 M), Calon Arang 1540 M.
Bahwa batas wilayah antara kedua kerajaan tersebut adalah sungai Brantas dan gunung Kawi. Kerajaan Kediri sendiri mengalami kehancuran pada masa pemerintahan raja Kertajaya atas sikapnya yang bertentangan sekali dengan kaum Brahmana.
Raja kertajaya ini menyuruh para kaum Brahmana untuk menyembah dirinya laksana dewa. Aturan raja Kertajaya ini tentu saja ditolak oleh kaum Brahmana karena melanggar agama.
Kaum Brahmana kemudian meminta bantuan Ken Arok pimpinan dari Kadipaten Tumapel guna menyerang raja Kertajaya. Dari peperangan ini dimenangkan oleh Ken Arok sehingga Kerajaan Kediri menjadi bawahan wilayah Tumapel lalu berganti nama Kerajaan Singasari.
Baca Juga: Kerajaan Samudra Pasai
Raja-Raja Kerajaan Kediri
Sebagai kerajaan yang sangat termasyhur Kediri pernah diperintah oleh 8 raja mulai dari awal berdirinya hingga masa keruntuhannya. Dari kedelapan raja-raja yang pernah memerintah hanya Prabu Jayabaya saja yang mampu mengantarkan kerajaan Kediri mencapai masa keemasan. Adapun urutan dari kedelapan raja Kediri yang pernah berkuasa di jamannya adalah sebagai berikut:
1. Sri Jayawarsa
Sejarahnya bisa diketahui dari sebuah prasasti Sirah Keting (1104 M)yang mana raja Sri Jayawarsa sangat perhatian terhadap rakyatnya. Hal ini terbukti pada masa pemerintahannya Sri Jayawarsa sering memberikan hadiah terhadap rakyat desa sebagai penghargaan atas jasanya. Selain itu Jayawarsa selalu berusaha keras untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya.
2. Sri Bameswara
Banyak meninggalkan prasasti-prasasti yang tersebar di daerah Kertosono dan Tulung Agung. Prasasti peninggalan raja Sri Bameswara ini lebih banyak memuat hal-hal mengenai keagamaan. Sehingga melalui prasasti ini bisa diketahui kalau keadaan pemerintahannya pada jaman dulu sangatlah baik.
3. Prabu Jayabaya
Kerajaan Kediri pernah mengalami masa keemasan pada saat pemerintahan Prabu Jayabaya. Strategi kepemimpinannya dalam upaya memakmurkan dan mensejahterakan rakyat memang sangat mengagumkan sekali.
Kerajaan dengan ibukota Dahono Puro yang berada di bawah kaki Gunung Kelud ini tanahnya memang subur sekali. Sehingga membuat segala macam tumbuhan yang di tanam bisa tumbuh menghijau menyebabkan hasil perkebunan dan pertanian melimpah ruah.
4. Sri Sarwaswera
Sejarah tentang kerjaan yang di pimpin oleh Sri Sarwaswera ini didasarkan atas prasasti Padelegan II (1159) serta prasasti Kahyunan (1161). Raja Sri Sarwaswera sangat terkenal sebagai raja yang sangat taat beragama serta berbudaya. Menurutnya tujuan akhir dari hidup manusia adalah moksa (pemanunggalan jiwatma dan paramatma). Jalan yang utama atau benar adalah sesuatu yang menuju ke kesatuan, jadi jika ada sesuatu yang menghalangi berarti tidak benar.
5. Sri Aryeswara
Raja Sri Aryeswara merupakan raja Kediri yang berkuasa sekitar tahun 1171, hal ini berdasarkan prasasti Angin 23 Maret 1171. Ganesha merupakan lambang kerajaan pada masa pemerintahan raja Sri Aryeswara namun tidak diketahui kapan masa pemerintahannya ini berakhir. Gelar abhisekanya adalah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.
6. Sri Gandra
Masa pemerintahan raja Sri Gandra bisa diketahui melalui prasasti Jaring tahun 1181. Pada masa pemerintahan raja Sri Gandra ini banyak menggunakan nama hewan sebagai gelar kepangkatan seseorang dalam istana. Nama-nama ini menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang di istana kerajaan seperti nama gajah, tikus dan kebo.
7. Sri Kameswara
Melalui prasasti Ceker 1182 serta Kakawin Smaradhana bisa diketahui tentang masa kejayaan pemerintahan raja Sri Kameswara. Pada masa pemerintahannya tahun 1182 – 1185 M seni sastra mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu buktinya adalah Mpu Dharmaja yang mengarang buku (kitab) Smaradhana. Banyak cerita-cerita rakyat yang sangat terkenal pada masa itu seperti misalnya cerita Panji Semirang.
8. Sri Kertajaya
Pemerintahan raja Sri Kertajaya berlangsung dari tahun 1190 – 1222 Masehi dan terkenal dengan nama “Dandang Gendis”. Selama pemerintahan raja Sri Kertajaya kestabilan Kerajaan Kediri menurun karena hubungannya dengan kaum Brahmana semakin kurang bagus. Banyak kaum Brahmana yang lari dan minta tolong kepada Ken Arok selaku pimpinan Kadipaten Tumapel.
Maka terjadilah perang antara raja Sri Kertajaya dengan Ken Arok yang didukung oleh kaum Brahmana. Peperangan ini terjadi sekitar tahun 1222 M di dekat Ganter dengan kemenangan di tangan Ken arok. Masa pemerintahan raja Sri Kertajaya bisa dilihat dari prasasti-prasasti peninggalannya. Seperti prasasti Kamulan 1194, prasasti Galunggung 1194, prasasti Palah 1197, prasasti Nagarakretagama dan Pararaton, serta Wates Kulon 1205.
Peninggalan Kerajaan Kediri
Ada beberapa jenis peninggalan dari masa kerajaan Hindu terbesar di Indonesia ini. Peninggalan ini ada yang berupa prasasti dan ada pula yang berupa kitab (karya sastra) yang sangat terkenal. Adapun peninggalan dari kerajaan Hindu Kediri yang berupa prasasti adalah:
- Banjaran (974 Saka/1052)
- Turun Hyang (974 Saka/1052 M)
- Hantang (1057 Saka/1135 M)
- Padlegan (1038 Saka/1116)
- Lawudan (1127 Saka/1205)
- Jaring ( 1103 Saka/1181)
Pada jaman Kediri kitab (karya sastra) mengalami perkembangan yang sangat pesat sekali. Sehingga banyak sekali karya sastra terkenal yang telah dihasilkan pada masa kerajaan Hindu ini. Diantara peninggalan kerajaan yang berupa kitab (karya sastra) yang sangat terkenal itu antara lain adalah:
- Wertasancaya karangan Mpu Tan Akung.
- Smaradhahana gubahan Mpu Dharmaja.
- Lubdaka karangan Mpu Tan Akung.
- Kresnayana karangan Mpu Triguna.
- Samanasantaka karangan Mpu Monaguna.
- Baharatayuda gubahan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh
- Gatotkacasraya serta Kitab Hariwangsa gubahan Mpu Panuluh.
Semua kitab (karya sastra) tersebut saling mengajarkan kepada seluruh umat di dunia untuk saling berbuat kebaikan. Karena dengan kebaikan pasti akan tercipta kerukunan dan persatuan umat yang nantinya akan mengarah ke kesatuan bangsa. Bangsa yang sukses adalah bangsa yang bisa menghargai jerih payah rakyatnya sendiri.
Baca Juga: Kerajaan Banten
Penutup
Sebagai kerajaan Hindu terbesar di seluruh wilayah Indonesia pada jaman itu Kediri merupakan kerajaan yang makmur. Hal ini disebabkan oleh tanahnya yang subur sehingga kalau ditanami tanaman apapun akan tumbuh menghijau. Jadi hasil dari perkebunan dan pertanian rakyat sangat melimpah ruah merata ke seluruh negeri.
Apalagi pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya yang termasyhur itu, keadaan masyarakatnya gemah ripah lohjinawi. Ini dikarenakan Prabu Jayabaya sangat menghargai dan mencintai rakyatnya sehingga keadaan kerajaan sangat stabil. Prabu Jayabaya selalu memberikan penghargaan dan dedikasi tinggi kepada seluruh rakyatnya yang telah berjasa.