Puisi Sedih – Siapa yang tidak memiliki rasa sedih? Seperti takdir sebuah ruang dalam hati diciptakan menampung rasa tersebut. menjadi bagian hidup yang kekal, dan menyatu dengan semua ruh yang terhempas dalam jasad.
Pengungkapan rasa sedih akan sangat beragam dan berbeda di setiap orang, salah satunya adalah melalui puisi sedih. Berikut contoh puisi sedih:
Puisi Sedih Kehilangan Hal Berharga Dalam Hidup
Menjadikan hidup seperti kekal memang kesalahan fatal yang dilakukan hampir semua manusia. Kaum manusia menjadi sangat merasa terlalu percaya diri hingga tidak akan pernah siap dengan sebuah kehilangan. Berikut ini adalah contoh puisi sedih atas kehilangan dalam hidup:
1. Genggaman Perpisahan
Kuncup yang mekar bahkan tak mendatangkan satu pun kumbang untuk mengecup manisnya
Gelegar riuh hujan tak sedikitpun ikut menerbangkan rasa dingin yang membuat gentar
Kaki kuat melangkah semakin cepat mendekati hari beranjak gelap
Di bawah sinar seadanya aku amati kembali kemana jejak yang melenyapkan-mu pergi
Aroma basah, rumput mengeliat dan pohon separuh berbisik
Ranting berjatuhan menimbulkan bunyi langkah samar
Bulan begitu pelit menyimpan cahayanya untuk dinikmati sendiri
Bumi semakin beku, dalam sepi, menua dan renta
Tegar terus menerjang lebat pepohonan diantara tanaman pemakan mimpi ku
Kejam ku susun langkah menuju jauh
Meninggalkan tempat pembaringan
Mengikuti jejak jawaban yang kau taburkan
Bila kau tanyakan mengenai rasa sakit? Sabetan pedang tidak akan membuat darahku jatuh meski hanya satu titik sebesar gerimis
Jauh di dalam rongga di tengah dada, luka menganga mematikan ku meski aku masih bisa berlari satu mill lagi
2. Haru Dalam Hujan
Cahaya mengagetkan memotretku dari langit
Dari singgasana tertinggi tempat kaum suci mengintip hiruk pikuk di bawah sini
Hujan dan tangisan begitu sering sehingga tak lagi ku rasa istimewa
Mereka memiliki magnet tarik menarik untuk menyempurnakan tahta di antara dua
Hangat dan perlahan, lalu meluncur tanpa ampun
Seisi bumi menangis dalam haru tangisan angkasa
Gungukan tanah basah dengan taburan aneka warna
Tanah menelanmu dengan cepat seolah telah lama memendam rindu
Seperti sepasang kekasih yang mendapatkan waktu untuk menyatu
Secepat hembusan nafas kau terlihat sangat mesra dan menikmatinya
Menyuguhkan senyum, membawa berita dalam perut pertiwi adalah syurga
Seakan kesedihan antri untuk mengisi hari-hariku yang dipandang selalu ceria
Seolah mereka berlomba mempertaruhkan kata “tolong” yang akan aku ucapkan
Pulanglah dengan tertawa, dan pahamilah
Dendam atas kelahiran yang mereka tertawakan telah kau balas tanpa tersisa
Baca Juga: Puisi Kehidupan
3. Senyuman Yang Dipaksakan
Barisan batang-batang ketegaran mulai rapuh
Menggilas tanaman pencegah erosi hati tertanam ratusan tahun yang lalu
Merah menyala api angkara melunakkan angkuh yang ku pertahankan sekian lama
Masih bisa ku hirup sedikit aroma tanjung di lengan yang kau genggam sebagai salam
Bau yang halus mengetuk pintu dengan licik
Sedikit tanjung yang berpadu dengan tubuhmu menjadi panah dengan racun yang mematikan menancap
Roboh lah.. rusak lah.. hancur lah… hilang lah…
Aku bermusuhan dengan hari ini selamanya
Ketika kerajaanmu mulai mendeklarasikan kemerdekaan tanpa aku sebagai rajanya
Seolah penghianatan yang menjadikan aku buronan menjadi menang seketika
Aku membangun istana itu dan kau bertahta tanpa aku disana
Rajutan memori kiaskan kebodohan yang tidak pernah suram
Kita selamanya adalah katamu untuk menusukku mati
Lincah tak berjejak
Mencekik tanpa tenaga
Melukai tanpa terkena darah
4. Melesat Bagi Roket
Dingin kabut masih menyelimuti undukan bumi tertinggi
Di tempat itu sepenuhnya aku membenamkan diri
Langit yang tadinya cerah seolah ikut mengerti kalut dalam hatiku
Perlahan ia ikut murung dan mengundang awan gelap untuk ikut berpesta pora
Sebentar lagi akan ku turunkan badai… bisiknya
Kita rayakan rasa sesak di semesta yang begitu luas
Seperti roket kau melesat hilang
Dengan satu kali sentuh menembus awan bergumpal
Sebelum hirupan nafas ku keluarkan kembali
Secepat itu kau berpamitan pergi
Aku ingin coba sekali lagi, bisikku
Tanpa menoleh kau sudah lagi tak bisa ku peluk dalam pandangan
Kapan air mata akan mengering ibu?
Pertanyaan yang telah kutemukan jawabanya saat ini
Aku tidak mau tumbuh besar ibu
Biarkan kita mencoba sekali lagi
Lirih memohon kepada langit
Aku berharap selamanya atak pernah bertambah usia
5. Seringan Hempasan Bulu Angsa
Tak pernah ku bisa menghitung berapa jumlah kata yang mampu bibir lantunkan tarlit
Fasih dan mampu bercakap dalam santun yang tertata
Ia satu-satunya yang harus bertanggung jawab atas nestapa
Sabetan tanpa menyentuh yang merontokkan kekuatan hati
Ah..
Tidak demikian ku kira
Akan ada kata dimana bibir bisu untuk mengucapnya
Ah.
Tidak demikian ku kira
Pasti ada kalimat berantakan dengan emosi di dalamnya
Waktu begitu baik menunjukkan betapa argumenku sepenuhnya tepat
Tanpa permisi seksi bibir itu lantang berkata usai
Tidak ada kata maaf dan tolong
Semua berakhir seringan bulu terhempas sedikit angin
Puisi Sedih Merasa Tidak Berguna
Kesedihan bisa datang dengan banyak sebab yang memicunya. Rasa tidak berguna adalah faktor paling mendominasi sedih dengan cepat muncul. Puisi sedih merasa tidak berguna ini adalah contohnya ;
1. Terkungkung
Sebuah masa, berlalu dan diikuti bagian lain di belakangnya
Sambung menyambung tanpa henti, membentuk pola jalinan waktu pasti
Perihku menjadi sebuah kepastian, dan saat tertawa sudah terjadwalkan
Aku menjadi pusaran rotasi,
Dengan banyak mata memberikan cambukan
Dengan banyak telinga seolah hanya menjadi saksi keburukanku
Lemah, terkulai, tak berguna
Lagu-lagu seperti menina bobokan dalam kematian yang semakin dekat
Senar gitar bergetar,dimainkan jari-jari lincah melompat dari satu kotak untuk menekan kuat
Tak dapat bergerak seolah aku lumpuh dalam ke dua kaki yang mampu berlari jauh
Tersesat di dalam sebuah rumah yang ku bangun dengan tanpa campur tangan siapapun
Mimpi buruk dunia luar hanya bisa ku intip dari celah lubang sebesar bola mata
Telah ku kurung dengan tujuh lapis perlindungan, yang justru membuatku semakin kerdil
2. Penjara Yang Ku Ciptakan
Rapat, pemikiran yang ku bungkam diam
Tidak pernah selangkahpun meninggalkan pusat kendali menjadikannya semakin lemah
Ketidakpekaan
Aku merasa begitu membatu
Bersama satu dua yang ku biarkan keluar masuk
Berhasil aku memisahkan dengan satu dua tetangga dengan parit yang ku gali
Semakin dalam bersama ranjau yang ku kubur di dalam sana
Ketika aku tak bisa memilih suratan yang aku bawa lahir
Luka ku yang berbeda menjadikan aku berfikir hanya aku yang merasakan kesakitan
Jarak tak seberapa aku dengan mereka
Pintu yang mereka biarkan terbuka dengan ramah suara lantang menyapa
Seperti penjara yang ku ciptakan sendiri
Merasa nyaman dari dunia yang terasingkan suatu tempo saat rasa itu menangis pertama kali
Rengekan mereka tidak akan membuat aku berpindah
Jutaan anak panah yang telah ku persiapkan siap mencabik sedikit gerakan yang ku ciptakan
3. Sebuah Garis Merah
Berapa lampu banyak lampu trafik yang kau lihat kala itu nak?
Ibu masih ingat suara merah, kuning dan hijau kau menjawab antusias
Tiga. Kataku mengingatkan
Bahwa kebenaran adalah ketepatan yang dibutuhkan
Bukan penjelasan lebar yang membuat pendengar merasa lelah
Ibu menemui lampu-lampu itu nak..
Dalam ranjang-ranjang penuh peluh darah yang mengalir
Merah ibu membencinya nak
Dimana ibu dengan setengah hati berlari mengikuti rute bertanda merah
Menyelusuri lorong-lorong angker
Merah ibu membencinya nak
Dalam ranjang setiap nyawa berpindah dunia
Merah ibu membencinya nak
Sebagai sirine lantang tangisan menggema ke seluruh gedung tua
Merah ibu membencinya nak
Kelemahanku tak dapat mengikat mereka untuk tidak meninggalkan dunia
Merah. Mintakan pada Tuhan untuk hapuskan warna itu nak
Air mata mama mengalir bersama jenazah yang di dorong menuju sepi
4. Nafas Tanpa Arti
Mari berhitung…
Satu, dua dan berhenti di angka dua puluh empat
Masihkah tahun depan hitungan itu bertambah, atau Tuhan hanya akan mengajariku sampai di angka itu
Tidaklah cukup lautan menuliskan banyak nikmat yang Tuhan berikan
Gunung-gunung tidak akan pernah kokoh menampung sombong hamba berikan
Aku… tidak semuanya begitu, ini mengenai aku,
Tanpa pembalasan aku hanya menganggap nikmat adalah sebuah hak
Seperti keharusan bahagia harus aku terima,
Lilin ke dua puluh empat padam tanpa tiupan ku
Mati menuju gelap yang sunyi
Dalam dua puluh empat aku mulai mengerti
Hidupku tidak hanya diperuntukkan untuk ku isi cerita hanya mengenai aku
Mengenai air mata yang berhasil ku usap kering
Mengenai senyum masam yang ku jadikan semanis sakarin
Harusnya ku torehkan senyum mereka yang aku lihat
Nafas tanpa ari mencekik membuat aku mati
Puisi Sedih Kegagalan Dalam Pencapaian Hidup
Apakah dalam hidup semua pemikiran harus tercapai? Sayangnya tidak begitu hukum yang berlaku. Sebagai perencana, tugas akan selesai saat semua terlaksana. Namun tidak dengan pencapaian yang berhasil. Kegagalan akan menyisakan sebuah kisah sendu, menyedihkan seperti dalam contoh puisi sedih di bawah ini ;
1. Bukan Kandidat
Bersama mereka yang asing
Akupun sama, datang dari belahan bumi yang jauh
Menabung tekat, mengumpulkan keberanian dalam pertempuran terbuka
Oh..
Mungkin ia serupa katup
Sesekali aku melihat ia terbuka lalu kembali menutup
Dengan koin di sisi pintunya untuk selalu membuat jalan mudah itu jelas terlihat
Bagiku, itu kejujuran pintu dengan cat putih tanpa titik
Oh..
Bagimu kejujuran dengan gerojokan koin logam
Oh..
Bagiku keadilan
Untukmu, sama rata timbal balik
Bagimu, masa tua
Untukku, semangat muda yang terrenggut paksa
Kepadamu uluran tangan selamat penuh berat hari
Untukku, gelagak tawa orang kaya raya
2. Jauh Dari Pengharapan
Bila gurun kini bisa berubah menjadi kebun
Dan parit adalah lautan yang luas kini
Sepercik api mungkin akan cukup mengosongkan isi bumi
Dan setitik harap ku mohon menjadi kenyataan tak lagi tersembunyi
Harapku tidak kau sambut dengan harapmu
Takdirku tidak kau iya kan dengan persetujuan
Seperti kuda yang terjagal aku tersungkur terkapar
Seperti tertusuk ujung tombak nadiku memancar deras
Layaknya tercekik alveolus mengecil hendak rontok
Layaknya lumpuh aku hanya bisa memandang dari jauh
3. Pemaknaan
Dari balik papan kayu kini aku mengerti
Nilai hidup bukan milik semua yang terbuka matanya
Dingin malam membuat aku sadar
Kehangatan sebenarnya adalah semangat tanpa padam
Rasa sempit membuat aku tak ragu
Bahwa yang luas adalah hati dengan kesabaran
Terkungkung mengingatkan pada pesan berharga
Kebebasan adalah malam-malam penuh sujud
Miskin menjadi pengingat
Bahwa yang kaya adalah harta yang tidak disimpannya
Kaku seolah menampar aku
Dari balik bumi aku menyeru
Nasihat yang kau anggap dusta adalah nyata
Bahwa bumi menelan secara ganas jasad yang berdosa
4. Khalifah
Dalam pedoman suci kamilah paling mulia
Mengalahkan sayap malaikat
Dan lebih unggul dari mahluk api
Laku kami mampu memadamkan perang seluruh negeri
Setiap kata menjadi penawar rasa sakit
Terduduk kami bercakap dengan pemilik semesta
Begitupun dengan tidur dan berdirinya
Memang
Seperti itu yang digariskan, seperti itu pemaknaannya
Bukan sifat angkara yang bahkan lebih bengis dari mahluk api
Terusir dari Firdaus seharusnya menjadikan sebuah pelajaran berharga
Dunia bukan tempat hura-hura
Pesta pora, dan menumbuhkan cula dua
Katanya sayap malaikat tidak sesuci junjungan kami
Mentor terbaik pemilik ganjaran lebih besar garis bumi
Harusnya kami penghapus air mata
Harusnya kami menebar senyum bahagia
Tidak saling menghunus pedang dan membuka tabir aib
5. Bakti
Sangkaku aku bebas pemilik waktu
Berkelana menabur potensi yang membuat aku menjadi unggul
Kita ulang sekali lagi nak
Unggul
Kau lebih mulia, atau kau lebih durja
Kau lebih kaya atau seharusnya kau menjadi lebih bermakna
Dan kau menjadi semain pintar, atau seharusnya ilmumu adalah perbaikan
Kita ulang sekali lagi nak
Unggul
Kau lebih bersujud atau kau lebih congkak
Puisi Sedih Melihat Bencana Alam
Kehidupan tidak selamanya terus dihiasi oleh rasa bahagia. Tidak hanya ada kesenangan dan keindahan. Ada masanya alam menjadi murka , menjadi kejam setelah manusia melampaui batasnya. Berikut adalah puisi sedih dikarenakan bencana alam :
1. Karma
Katamu kita hidup dalam damai
Katamu kita rukun saling menjaga
Pesan bumi yang dibawa buih lautan menepi
Mengetuk semua pintu hati agar menjadi iba pada dirinya
Dalam diamnya, tenang menyembunyikan gejolak siap menerkam
Menimbang dengan teliti keburukan yang ia terima setiap hari
Berkalkulasi tanpa satupun hitungan meleset
Terus menimbang hingga manusia terlelap tidur
Matahari masih diterima menunggang punggung ratanya
Cambukan tentakel besar rapi tertutup anggun watak mengalahnya
Kami dibuat terkesima
Pada biru yang teramat indah untuk berbajukan bekas
Bening yang mengalah diubah menjadi buruk rupa
Lautan tenang menyimpan pesan perang
Tahanlah … ku mohon
Tidak semua dari kami bisa bertahan dalam petak umpet yang kau lombakan
Tidak semua dari kami bisa bertahan dalam pelatihan ketahanan yang kau buat
Lautan yang tenang menyiapkan sebuah perayaan besar
Menggantikan ricuh kembang api yang di ciptakan manusia setiap harinya
Riuh ombak melagukan sebuah ujaran menyemangati
Lautan menyiapkan karma yang kejam untuk manusia berhati batu
2. Salam Balik Yang Di Ucapkan
Indah bumi bahkan bila aku melihatnya dari tinggi langit teratas
Ayu dalam balutan kebaya hijau yang ia sebut sebagai susuk cantiknya
Rambut tergerai lebat,
Menjuntai sampai dengan mata kakinya
Cerah, tanpa perlu sinar matahari kulitnya memancar
Semerbak bau tubuh yang membuat orang bertekuk lutut ingin memeluk rindu
Ia merintih dan manusia seolah tuli
Ia mengadu dan manusia seakan tidak punya waktu
Dan ia tertelanjangi dan manusia lebih mementingkan yang menurutnya dianggap lebih tabu
Bumi yang pemalu menjadi semakin berani menjawab salam yang manusia ucapkan
Lautan menjawab dengan banjir
Aku menatap nanar mayat-mayat terapung terkatung-katung
Gunung-gunung memberikan cindera mata berupa lava
Tangisan menjadi tidak terbendung
Tiupan lilin memicu hutan bunuh diri dalam lautan api
Tidak ada lagi tanah untuk di huni
3. Menjadi Kejam
Luwes tarianmu melekuk-lekuk seolah menggoda
Seperti wangi yang menuntun siapapun untuk memetiknya
Berdansa dan mabuk dalam kubangan hidup yang begitu gemerlap
Tak segan kau undang bulan bintang turut serta
Seperti menjadi tusuk konde untuk tampilan yang sempurna
Apik bajumu menyimpan sejuta perangkap yang cukup untuk mengilangkan kaum kami
Tiupan terompet seperti undangan pesta dimulai
Bergulung-gulung tarianmu semakin membuat takjub
Satu dua tiga
Kau mengamuk tak mau ada negosiasi
Birumu menjadi keruh membawa kami turut serta
Tak terdengar tangsisan minta ampun kau tersumbat oleh amarah
Untuk sebuah misi, satu puing diganti dengan satu nyawa
Bahari menjadi kejam, atau kami lah yang mendidiknya menjadi monster
4. Lahir Tidak Dalam Proses Semalam
Sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit, kau ingat?
Semacam dosa yang dikumpulkan menjadi begitu banyaknya
Terrenggut kesucian
Menghilangkan kehormatan
Kau tau, bumi sudah tak lagi masih perawan?
Ia membuncit tanpa sel telur yang bertemu dengan pejantannya
Jangan kau fikir, ia berasal dari peristiwa tertutup malam tadi
Tanpa penghianatan bumi menodai trah yang ia bawa suci
Terjamah oleh tangan-tangan manusia
Mungkin juga tanganku dan tanganmu yang satu
Ia seakan membisikkan kata sekarat dalam raup tak berdaya
Berat beban tidak lagi terbantahkan
Tanganku tanganmu mengundulinya tanpa ampun
Membuat ia hamil besar di semua penjurunya
Amoniak, dan bau busuk
Itu seperti jijik penyakit kutukan
Lalu? apa dayaku dayamu
Kita hanya terdiam menanti roboh gunungan sampah memangsa beringas
Puisi Sedih Kesendirian
Salah satu keadaan yang mampu membuat kita merasakan kesedihan ialah pada saat sendiri. Pada saat itulah terkadang muncul inspirasi untuk menulis puisi yang menggambarkan kesedihan karena kesendirian. Seperti halnya puisi sedih kesendirian berikut ini :
Baca Juga: Puisi Lucu
Dibawah Naungan Asa
Kebaikan langit menahan sebagian mereka agar tidak runtuh
Perut bumi menahan mualnya sekuat tenaga agar tidak muntah
Kebaikan, mungkin saja pelembut hati yang kaku
Memohon kebaikan menjadi penyemangat
Tegakkan tubuh doyong dalam kesedihan mendalam
Kemana arus sungai?
Ikan-ikan larut terseret
Dimana hati merindu?
Tubuh-tubuh layu jatuh terperosok
Penghiburku adalah matahari
Datang meski selalu pergi
Sabar, mengajak menghitung kehidupan
Sisi terlewat sebagian menjelang hilang
Impian telah musnah
Jiwa tua sunyi dalam derita sendiri
Cukup Aku Saja
Terangkai jutaan baris kata maaf
Hafal, persis dampai dengan tanda baca koma dan titik
Jika aku ujian berpidato mungkin sempurna menjadi imbalannya
Bersuara lantang menyadarkan lamunan audiens yang mengantuk
Ribuan peserta akan kubungkam dengan jerit jiwa merdeka
Kini giliran rindu mendesak akal sehat untuk kocar-kacir kabur
Terbirit berlari menyesal
Untuk apa sebuah penyesalan
Hanya sebatas masa lalu tanpa keistimewaan
Biarkan mereka berkata aku adalah batu
Keras dan tidak berperasaan
Penilaian yang indah tapi tidak bijaksana
Ribuan kata maaf tertelan kesombongan
Hidupku adalah milikku
Pagar tinggi kokoh jangan kalian mencoba menerobos
Sebisa agar kita tak bersinggungan
Kesakitan abadi biarlah apa adanya
Bahkan
Untuk hati yang terluka aku tak akan membuat kalian merasa hal yang sama
Jalan Yang Kutempuh Buntu
Langkah kaki gemetar menapaki daerah asing
Tidak ada bangunan rumah, tidak ada keramahan
Tidak ada keluarga, tidak pula kehidupan
Basah tanah terakibat oleh rintik hujan
Aroma asri, namun tak nampak tanda keindahan
Kabut, semua gelap tak terkecuali lima langkah didepan kakiku berdiri
Tanpa kepastian kecuali mengikuti naluri dari alam
Penerangan ? apa kau sedang mengejekku
Lampu-lampu minyak bahkan tidak ada yang terlihat
Pijaran belas kasihan alam
Satu-satunya pemberi kebaikan
Untuk apa aku mau?
Untuk apa aku bersusah berjalan sendiri?
Untuk kamu aku menjari, teman untuk melangkah berdua
Penyesalan, Sampai Kapankah?
Tidak lagi aku menemukanmu
Dibawah sinar matahari yang terang
Ataupun atas petunjuk bulan
Beribu bis aku tumpangi untuk menujumu kembali
Banyak pesan aku kirim agar kau mau lagi mengerti
Terlambat? Itukah yang terjadi
Wujudmu yang nyata tak lagi terlihat
Suaramu yang lantang, tak lagi menyentuh gendang telinga
Dunia terbalik, apakah mungkin?
Namun bawahku sekarang adalah atasku dahulu
Goncangan dahsyat telah ku perbuat pada bumi setelah waktu itu
Ketika satu sentuhan memecahkan ringkih hati yang kau bilang tombol abadi
Hancur, begitu pun dengan engkau
Perlahan memudar seiring langkahku menjauh penuh sesal
Pencarian pada kedamaian telah lewat 1000 malam
Harapan menemukanmu di balik kesenduan kuat terjaga
Yang Tertegar
Ku hela nafas lebih dalam
karena yang jadi cuma luka
ku berlangsung lebih lambat
karena terkendala rasa kecewa
Ku tertawa tambah lebar
agar jadi penawar hati yang terkekang
ku lantunkan nada-nada syahdu
untuk sedikit menghindar emosi yang mengadu
Semangatmu lemahkan ku
turunkan obsesi dalam benak ku
sedih ini jadi tak tertahan
dan ketegaranku jadi sangsi yang tercipta
Tak perli ku ungkapkan
betapa lelahnya sebuah penantian
dan kaki ini amat jauh melangkah dalam hidupmu
lemah, gundah, tangis dan lelah
menyatu jadi air mata yang mematikan rasa
Pergi untuk Kembali
Aku pergi…
Aku pergi meninggalkanmu
Rasa ini sakit seperti tertusuk
Tetapi rasa ini mampu ku pendam
Mungkin sebenarnya itu menyakitkanmu
Tapi inilah aku…
Seorang yang takut…..
Takut membuatmu lebih sakit
Biarkanku sebentar pergi…
Dan pergi untuk kembali
Hujan Tangis ini
Gelombang tinggi yang mempunyai duka
Hempaskan seluruh tanpa rasa
Hujan tangis yang menggelegar
Bagai guntur yang membelah angkasa
Kisah ini…
Hujan tangis ini…
Sisakan luka pedih yang mendalam
Hancurkan jagad raya
Alam bagai murka pada mereka
Tegur mereka tanpa kasih
Akankah mereka sabar?
Akankah mereka sadar murka alam ini?
PERIH | Rahmat Kurniawan
Dukaku memuja dunia bersama indah
Lukaku memahat ukiran sejati
Biar tak seorangpun tau bahwa
aku kecewa pada kisahku
yang mempunyai perih
Apakah aku insan yang tak tau diri?
Hingga berasumsi cinta bersama hati
bukan bersama mata
Merasakan cinta bersama perasaan
bukan bersama logika
Bahkan aku hingga kehilangan akal sehat
hingga membuatku tenggelam
pada kehancuran
dan kegalauan hidup
Perih yang ku rasa seakan tak mampu kujalani
Aku patah bersama segenap sayap-sayap palsuku
Aku mati bersama segenap nyawaku yang rapuh
Tapi, tak kan ku tangisi karna inilah takdirku
Aku perlu miliki kebiasaan bersama duka
Karena luka adalah duka
Dan duka adalah aku.
Saat Aku Melupakan
Saat aku jadi menapaki sisa sementara ini
Saat aku sudah menyerah bersama penantianku sendiri
Yang aku sadar barangkali sekedar sekedar kata perpisahan
Dan itu cuma aku simpan dalam hati ini saja
Melihat senja itu tiba , merekalah saksi bisuku
Menatap kerlip bintang , merekalah yang tahu
Tentangku yang kini cuma jadi seorang pecundang
Yang serupa sekali tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan
Disisa detik yang tersedia kini
Biarkan pena ini menuliskan sajaknya
Menuliskan apa yang selama ini sudah menjadikan aku pecundang
Menggambarkan betapa beratnya bebanku
Saat aku perlu mempunyai rasa ini kemana-mana
Beratnya rasaku ini yang senantiasa aku sembunyikan dan senantiasa membawaku kedalam imajinasi yang menyakitkan
Beratnya rasaku ini yang senantiasa mengupayakan aku tenangkan sementara inginkan memberontak terlihat
Hingga kini …
Perpisahan termanis yang akan datang didepan mata ini
Dimana aku akan melihatmu disana
Melihatmu bersama jas hitam
Melihatmu bersama seulas senyum mu
Melihat tawa mu
Dengan seluruh yang mampu aku laksanakan sekedar mehana air mata
Kamulah hanya satu yang jadi alasanku
Satu-satunya yang lumayan berasal dari aku untuk menghancurkan hatiku
Tanpa Judul
Terdiam merenung sendu
Ku bersenandung rindu
Terbayang perjalanan waktu
Sebuah kisah era lalu
Tiada kembali nyanyian surga
Tiada lage penghibur lara
Tiada lage damai dalam jiwa
Hanya tersedia Bintang penuh derita
Hanya tersedia Langit yang kian terluka
Seakan hendak berkata
Inilah nafas Kehidupanku
Senyuman pun kian membeku
Dalam dinginnya gelap hitam malam
Tangisan pun kian melarut pilu
Dalam harunya lautan malam
Seakan hendak bercerita
Inilah jejak yang perlu kutempuh
Sanggupkah kulalui badai angin pasir rindu
Sanggupkah kulupakan indahnya sejuta pesona mimpi
Sanggupkah kulangkahkan kaki lewat panas inti bumi
Sanggupkah kubenamkan diriku dalam lautan kelam
Sanggupkah kubertahan dalam dinginnya hembusan angin salju
Hanya tersedia satu jawaban hati
Kan Kulalui dan kujalani bersama kasih murni setulus hati
Akhir Kisah ini
Tak pernah ku sangka akan secepat ini
Kau pergi tinggalkan sejuta kenangan indah
Kenangan indah yang tak akan ku lupakan
Kenangan yang akan jadi sejarah dalam hidupku
Sejarah cinta yang tak kan lekang oleh waktu
Kemarin rasanya ku dengar tawa manja berasal dari mu
kau tersenyum manis di hadapan ku
Namun kini seluruh sudah berubah
kau sekarang cuma diam membisu
Wajahmu pucat dan kau terbaring di hadapan ku
Hati ku rasa teriris memandang keadaan mu sementara ini
Ingin rasanya ku gantikan dirimu di tempat itu
Mengembalikan kembali senyuman dan tawa
Yang sudah membawa dampak hidup ku jadi berwarna
Mengapa perlu secepat ini kau pergi tinggalkan ku???
Inikah akhir berasal dari kisah kita
kisah cinta yang suci
kisah cinta yang abadi
Harus berakhir sebelum di pelaminan
Harus berakhir bersama tetes air mata
Harus berakhir meski tak rela
Inikah akhir kisah cinta yang perlu ku jalani
Meski sukar tuk ku terima
Namun kan ku cobalah tuk ikhlaskan semua
Agar kau suka di sisinya
Senja Kelabu
Senja kelabu
Langit membiru
Lautan beradu
Sebuah hati tengah terhimpit rindu
Adakah kau disana
merasakan apa yang ku rasa
Angan ku melambung jauh bersama
Bayang mu yang kian sirna
Dapatkah kau dengar
jerit hati ini Memanggil nama mu
meski kau bukan milik ku
namun kau amat berharga bagi ku
Aku tahu. .
Kau cuma akan jadi
Abstrak dalam nyata ku
Dan akan jadi bias dalam hati ku
Tak banyak ingin ku
Hanya inginkan kau tahu
Tentang perasaan ku
Bila Saatnya Tiba
Bila nanti aku amat pergi,,,
Di ujung perjalanan hidupku ini,,,
Ku ingin tak tersedia airmata yang mengiringi,,,
Ku ingin cuma senyum yang menemani,,,
Waktu begitu cepat berlalu,,,
Dan akupun tambah repot bersama kesendirianku,,,
Hingga ku nafikkan orang-orang yang menyayangiku,,,
Ku mengerti langkahku tambah rapuh,,,
Maafkan aku atas kesalahanku,,,
Bukan maksud hati ini tuk menyakitimu,,,
Aku cuma meminta kau tersedia disampingku,,,
Saat nafas ini meninggalkan jejakku,,,
Ya Illahi Robbi,,
Ijinkan aku meneguk senyum mereka,,,
Orang-orang yang sudah membawa dampak hidupku lebih bermakna,,,
Jangan biarkan mereka bertahta bersama kecewa,,,
Sekarang dan selamanya,,,
Rintihan Lara
Terbaring laraku pada lentera senja merindu
Hanyut syahdu rerintikan hujan menyapu
Kembali tangisku berderai merintih kelu
Serasa tak barangkali temukan langit biru
Lemah sudah ku meradang pd kelam malam
Tiada ingin tergantung akan kenangan indah silam
Tak kan jua sesal ku patrikan di kisah yg akan datang
Hanya sesak luka itu melewatkan bayangmu tambah menghilang
Ratusan hari berlalu tetap ku berlinang tetes bening
Beku sementara berdenting tak merubah rasa ini
Kelu kesah biarkan ku pd lingkaran sendiri hening
Berhimpit akan deru dera rintihan sunyi menyepi
Bersama lara ku susun kepingan” hati yg kau hancurkan
Ku rajut kembali cerita hidup tanpamu yg ku artikan
Ku rangkai sebait aksara tuk luapkan haru
Semoga cinta kan melingkari rajutan kasih pd insan barumu .
Puisi Sedih Akibat Bencana Alam
Adanya bencana alam pasti membuat sedih orang yang mengalaminya. Situasi kesedihan seperti ini juga bisa dimanfaatkan untuk menulis sebuah karya puisi. Berikut ini contoh puisi sedih karena mengalami bencana alam :
Semangkuk Nasi Yang Diperebutkan
Maukah kau kuceritakan sebuah mimpi buruk
Ketika gelombang besar menelan kampung-kampung kami
Pertiwi berguncang mengancam seluruh jiwa kembali kepada asal mereka
Aroma tanah yang langsung menempel membuat sensasi mati benar-benar hadir
Aku berasal dari tanahkah?
Kenapa aroma kehidupanku begitu menyeramkam?
Mimpi itu tak mau aku nikmati lebih lama lagi
Ku buka mata agar secepatnya melihat bumiku yang asri
Tapi, mengapa mimpi buruk semakin menjadi buruk?
Tidak ada yang tersisa dari rusuhnya gelombang besar
Yang kubangun dengan mempertaruhkan hidupku membuat aku merasa mati
Tidak ada yang aku kenali
Mungkin Tuhan mengirim aku jauh ke seberang belahan bumi
Tidak banyak jiwa yang tersisa
Mungkin aku salah satu yang mangkir dari maut masal yang menjemput
Percumah ….
Semangkuk nasi menjadi permata
Yang menemukan adalah mereka yang dibilang satu dari seribu
Dapatkan aku makan tanah saja?
Katanya tanah adalah asal mulaku
Amukan Topan
Tidak Tuhan
Kumohon jangan Kau kabulkan
Anggaplah aku hambamu yang mabuk di waktu dulu
Hentikan Tuhan,
Aku menyesalinya, bersujudlah aku diatas puing-puing pertanda kekacauan
Mulai saat ini tangisan tak lagi mengeluarkan air mata
Kulit yang teriris pun tak berdarah lagi
Kurasa kematian sangat jauh saat aku menginginkannya
Untuk apa hidup jika sisa badai tak menyisakan seorangpun untukku
Tidak ada lagi taman bunga yang aku pelihara
Tanpa rumah yang kini terlihat rata
Tuhan, mungkinkah mereka menanggung kesalahan yang kuperbuat?
Jaman bocahku menjadi kupu-kupu sangatlah indah
Tak henti aku berdoa sebelum ibu menyuruhku mematikan lampu
Aku ingin melihat rumah dari ketinggian
Terbang bersama ayak dan ibu menjadi kupu-kupu
Matikan aku dan jadikan aku kupu kupu terbang bersama mereka
Masuk dalam timangan topan dan ditidurkan
Sup Panas Yang Tumpah
Orang bilang desaku tanah ajaib
Alam begitu memanjakan
Keindahan tak pernah absen di sepanjang kehidupan desa kami
Kami berkaki kuat, menaklukkan tanah meninggi sumber berkah
Badan yang kokoh akan mampu merobohkan dalam sekali tinju
Tak perlu melakukan apapun untuk berkecukupan disini
Kami bernafas bersama sumber makanan yang berlimpah
Orang bilang hasil bumi kami teramat baik
Kesusahan seakan telah terpadari mengelilingi jiwa suci
Air jernih dan burung terbang berisik
Berbisik jangan pernah khawatir lagi
Diatas langit berkah masih teramat banyak
Syurga itu menjadi neraka
Sup tomat panas banjir tak bisa terhalangi
Tembok kesusahan jebol tergerus keterlenaan
Sangat cepat aroma kematian mengepul memendekkan jarak pandang
Burung terganti oleh sirine
Bertahan hidup kami lakukan dengan menelan air mata kesusahan
Alam tak selalu mampu memanjakan
Malam Itu
Sepekat apakah malam ?
Tak lebih pekat dari hatiku
yang redup oleh kenangan.
Kau ingat ? betapa malam yang begitu kau puja.
Kini menjelma waktuku mati.
Dulu, dibawah guyuran lampu pekarangan.
Kau menari riang
bersama temanmu di sedang malam. Menari
hingga kau capek dan terjatuh di hadapku.
Aku iba
membawa dan merawatmu. Dalam sempit
dan pengapnya lubang kecil tembok itu.
Sayap rapuhmu mengilau
diterpa serpihan cahaya bulan.
Sedang tubuhmu yang kecoklatan. Terbaring bisu
dihadapku.
Sehari, dua hari, tiga hari.
Dan seminggu sudah saya merawatmu.
Tawa manismu ulang berbinar di raut wajahmu.
Sedang sayap halusmu
kembali membawamu terbang di dalam riang.
Malam itupun ulang kau menari.
Namun tak kulihat temanmu yang dulu.
Mungkin mati di tarian lalu.
Layaknya déjà vu, kaupun terjatuh dan saya merawatmu kembali.
Kedua kali.
Ketiga kali minggu berikutnya.
Keempat kali minggu berikutnya.
Hingga ketujuh kalinya, saya tak tahan lagi.
“tolong jangan menari lagi. Tinggallah disini bersamaku”
Tak sepatah kata terucap dari bibirmu yang mengatup.
Hanya gores senyum dihiasi bulir bulir embun yang menetes
dari matamu.
Sebulan, dua bulan tak begitu menjemukkan bagimu.
Hingga tiba di satu tahun.
Buah cinta yang sudah terjalin kudu dibunuh.
Sebab kami hanya budak takdir, tak lebih.
Kaupun memutuskan pergi malam ini.
Sekeras apapun saya memohon,
sekeras itu pula tekadmu menguat.
“seharusnya saya mati sejak pertama kau membawaku”
Lalu kau pergi dan menari di lampu pekarangan itu.
Sedang saya bersama bodohnya hanya bergelut bersama ego.
Kaupun mati di dalam tarian itu.
Andai saya terlepas dari ego.
Mungkin malam ini saya sedang merawatmu.
Hal yang membawamu hidup lebih lama.
Denganku.
Isi Hati
Di sementara saya jadi mecintai mu
tapi kau tambah pergi
aku tak kuasa memendam rasa ini
karena cinta ku ini hanya untuk anda seorang
Tapi saya tak tau kudu bagai mana nyatakan cinta ini
kepada mu yang sementara ini kau jauh dariku
Aku menghendaki kau mampir menghampiriku &
aku menghendaki kau megerti perasaanku ini
Hancur
Dunia jadi kelam menghitam
sakit sangatlah menyentuh
cobalah memandang saya cobalah hargai aku
kekurangan ku adalah kelengkapanmu
Walau saya tak seperti yang kau bayangkan
ya ku tau cinta itu bunga mawar
indah dilihat
sakit disentuh dikarenakan durinya
Siang jadi kelam menghitam
malam jadi sunyi
jiwaku hancur tak bernyawa
biarlah ku coba dan melangkah
untuk menunjukan pada dirimu bahwa ku yang terbaik
KAMU TAKKAN PERNAH KEMBALI | Pucha Putri
Ku sadari..
Kamu sudah menentukan hati yang lain…
kamu takkan dulu kembali..
karena cintamu bukanlah ulang untukku..
Kamu adalah lakon di dalam kisahku..
walau hanya kisah era lalu..
kisah yang takkan dulu terulang..
Walau kini bias kenangan perlahan memudar..
Rasaku padamu bakal senantiasa utuh seperti dulu…
Jika nanti rasa itu tak ulang utuh untukmu…
jangan tanyakan mengapa…
karena rindu di dalam jiwa ini senantiasa milikmu…
Hanya milikmu..
kisah era laluku…
Sakit
Taman gemerlap indah
ku bahagia bertemu dan ku hancur andaikata berpisah
ku tak kudu memegang bunga mawar
terlalu indah andaikata dilihat
Dan sangat sakit andaikata dirasakan durinya
ingatlah saya bakal tunjukan padamu
datanglah segera
sekarang ku menanti,menanti kekosongan
bila tak tersedia kau apa arti nya sekarang
Sekarang ku terkena durimu
tolonglah menerima saya sehingga saya tak sakit menati
dan tidak hanya memandang keidahan namun sakit
Aku yang Hilang
Aku tak berdaya ,
saat air mata jadi melewati garis awal mataku
Semua rasa hempaskan saya pada titik hitam kenangan ,
yang entah saya jawab apa itu dahulu
Hanya saja jadi perih sementara dibasahi oleh tiap tiap lamunan era lampau yang menyakitkanku
Semua jadi hilang sementara kata pupus ramaikan hidupku
Aku mengacuh , menepi perlahan tak sadar
Hatiku tak hidup sementara saya rasa mati
Degupannya begitu menyayat hati
Kata cinta seolah tak membekas di dalam relung-relung yang tetap tersisa
Tersisa ?
Apakah dulu dituai ?
Aku hanya belantara ditengah buasnya kesakitan rinduku
Tawa , suara dan gema seolah tak dulu tumbuh di dalam langkah terakhirku
Kini , seluruh jadi menghindari meninggalkan anda
Kamu yang saya tahtakan di dalam kelana jiwaku
Isakkan itu seolah tetap mengakar di dalam ragaku
Mengikatnya dan tak dulu mengelupas oleh detakan waktu
Saat ini saya mati dan tak bernyawa
Seumpama debu , saya sudah tersapu dan tak sanggup hadir lagi
Aku merindukan purnama yang tak sempat membalas salamku malam hari
Aku yang bakal pergi
Tinggalkan seutas perih yang tetap tersisa ini
Aku melangkah meninggalkan tiap tiap kenangannya
Yang dahulu dulu temani separuh diriku
Aku menulikan sebelah telingaku
Agar ga ada ulang saya dengar
Semua tetesan air mata itu
Aku yang bakal pergi sekarang
Hapuskan tiap tiap lara yang dulu saya miliki dan miliki aku
Aku mencintai separuh dirimu
Seperti ilalang yang merindukan bualan bintang
Dan kini bintang itu lenyap ditelan mendungnya langit
Seperti saya ,
Aku hilang dilenyapkan oleh cinta hatimu kasih…
Baca Juga: Puisi Pahlawan
Catatan Derita
Ku tak sanggup Meringkas darah tinta merah ku
Terbayang Bingkai dedaunan terpasung diantara beku
Diantara seringai Bunga melati bertudung kelabu
Dan selembaran yang tak hentinya bercakap seeongok benalu
Hujan Yang memberi salam Mengungkapkan rupa
Mengetuk bingkaian lapuk kayu jendela
Niskala yang buta di pejam pekat senja
Hawa kaku yang berkomat kata matra
Mega muram yang serempak gunturnya
Raga yang diremukan mimpi
Lipatan raut muka pucat pasi
Seketika derita menghunus belati
Sejengkal di lubuk muka memori
COBAAN | Runi Sikah Seisabila
Ku rindukan keluarga yang utuh
Utuh… bukan sekadar miliki ayah, ibu dan adik
Akan tetapi.. mereka sanggup saling sharing rasa..
Berbagi cerita..
Dan mengerti satu mirip lain
Dulu.. bahagia duka dihadapi bersama
Tangis dan tawa imbang dihadapi
Tapi.. mengapa seluruh berlalu tanpa jejak
Kebahagian itu….
Keharmonisan itu….
Berubah jadi derai tangis
Derai tangis yang menggores hidupku
Ya Allah…
Cobaan mu sungguh berat saya rasakan
Aku coba Tegar
Karna saya yakin
Di balik cobaan mu..
Ada matahari yang bersinar
Ceritaku
Inilah sebuah cerita
Cerita penuh luka
Penuh air mata
Hidupku pada mereka
Akankah saya ada
Ku termenung kala senja
Pada siapakah saya bicara
Tak kau dengarkan pula
Senyum pun tak bisa
Hanyalah tetes air mata
Menemani duka
Sudahlah tergores luka
Pada hati dan jiwa
Melayanglah senyum tawa
Kesedihan pun mampir juga
Membayang saya dan mereka
Namun itu pun sia-sia
Akankah menjawab cerita
Pada realita hidup kita
Itu hanya meningkatkan luka
Membawa air mata
Laraku Karenamu
Terpuruk sesalku karenamu
Bagai luka yang tak berujung kering
Menyisakan perih di tiap tiap ruang hati di hariku
Luka ini menujam di palung hatiku
Aku berada pada dua pilihan yang sulit
Hingga kuabaikan mimpi dihatiku
Ku korbankan hatiku untukmu
Dan kutinggalkan pilihan hatiku untukmu
Inikah jalanku Tuhan???
Bagai zaman siti nurbaya
Kupilih dia demi baktiku
Dan ini balasannya untuk ku
Lukaku karenamu
Biar kubawa di dalam tidurku tiap tiap luka dan dukaku ini
Biar terpejam dalammm
Menghirup napas yang hampir terpekik
Tuhan sangat berat kujalani hariku
Biar sekuat teriakan ku memecah langit
Takkan dulu luka ini kering
Selain Engkau Tuhan yang menyembuhkan lukaku ini.
Puisi Sedih Perpisahan
Perpisahan juga merupakan salah satu hal yang hampir selalu menimbulkan kesedihan. Sebagai manusia, tentunya kita pernah mengalami perpisahan. Pada saat itulah terkadang kita dapat menuangkan kesedihan karena perpisahan tersebut menjadi sebuah karya puisi sedih. Berikut ini contoh puisi yang menggambarkan kesedihan karena perpisahan :
Mayoret Berkaki Indah
Pagi ini Tuhan ijinkan aku temui kehiduan
Jabat tangan terakhir meski tak pernah aku inginkan
Menatap parade menjadi cita-cita
Melihat mayoretku melenggang cantik
Kaki jenjang kokoh mencengkeram bumi
Mayoretku tumbuh dewasa
Pagar besi diluar jendela kaca besar
Menyuguhkan kebahagiaan ditahan ketidakmampuan
Putriku di baris pertama parade tahun ini
Rakyat kampungg menyambut dengan tepuk meriah
Bapak tertawa melihan tingkah bocah menirukanmu
Riuh sorakan berganti dengan deru tangis
Bahagia dan kesedihan terhalang pagar besi
Bapak melihat ibu mu menutup jasat suaminya terbujur kaku
Hari Terakhirku
Sahabat, jangan kau tumpahkan air mata berhargamu
Bahkan jika esok aku tak lagi kau lihat terbaring di ranjang ini
Jangan percaya dengan masa kadaluarsa pertemanan kita
Sampai kapanpun aku menyayangimu
Tidurku kelak berpindah di dalam bumi
Seragam pasien biru muda tak perlu telaten kau ganti
Aku damai bersama kenanganku
Aku damai mengenang kebaikanmu
60 hariku dalam bangsal mengerikan
Bau mayat menjadi parfum keseharianku
Dulu temanku seribu, kini hanya kau satu
Mari nimati saja duduk bersamaku, selagi belas kasihan Tuhan masih mengijinkan aku menatapmu
Selepas penguburanku besok
Kesusahanmu kuharap tak ada lagi
Banyak sekali obat kau pastikan aku mendapatkannya
Beberapa suntikan membuatmu merasa iba
Selang oksigen kau pastikan benar terpasang benar
Plester mudah lepas basah oleh air mata
Tangis ku selalu menyusahkanmu
Bed ini besok akan kosong
Meninggalkan hati mulia yang kau persembahkan
Sendiri
Separuh dariku pergi
Setua ini kau buat aku belajar lagi
Kaki ku yang rapuh kau tuntut berjalan sendiri
Bumi terbelah membuat aku terperangkap didalamnya
Nyanyian kesedihan kenapa terdengar di telingaku yang sudah mulai tuli
Mata yang rabun jelas melihat, kau terang tinggi
Senyumu manis, apa kau mengejekku?
Menikmati lemah tanpa kau ikut memanggulnya
Mendaptkan yang lain, katamu
Aku tidak akan pernah mampu
Mulai menghabiskan gelasku seorang diri
Aku tidak akan pernah bisa
Ginjalku sudah tua, kenapa kau tega
Ilusi
Pagi Hari…
Saat mataku terbuka oleh mentari
Di jendela kau tampakkan ilusi
Bukan mimpi kau ajakku menari
Saat saya berdiri, kau beranjak pergi
Siang itu…
Saat seluruh capek melandaku
Terlihat bayangmu tersenyum padaku
Belum terucap kata sapa olehku
Kau sudah menghilang dengan bayangmu
Malam sepi…
Saat damai temaram lampu api
Ilusi mu nampak sekian kali
Kudekati dengan sejuta emosi
Tak kusangka kau selamanya beranjak pergi
Hari Berlalu…
Saat ku berjalan, kau singgah menghadangku
Kini kuabaikan, tak ku hiraukan bayangmu
Tak hiraukan kau menangis semu
Aku capek jadi cermin ilusimu
Satu Senja
Ini senja namanya..
Dengan segala capek yang tak kunjung indah..
Dengan segala bentuk peluk hati jadi gundah..
Awan langit tak kembali biru..
Mentari terik tak kembali senyumi aku..
Satu senja beriku arti..
Bahwa hari wajib diakhiri..
Bahwa gelap wajib dihadapi..
Tentang hampanya cinta tanpa memiliki..
Dan perihal kehilangan itu pasti..
Temaram senja pecundangi aku..
Menakut-nakutiku dengan jauh bayangmu..
Ceritakan seluruh ingatan masa laluku..
Yang indah selamanya indah bersamamu..
Kau jauh..
Jauh dari jarak langkah yang dapat ku tempuh..
Jauh dari hati dan tubuh penuh peluh..
Jauh dari cinta yang tak kembali dapat saya rengkuh..
Dan senja, saya mohon satu saja..
Sebelum pemilik pas tarik saya ke surgaNya..
Sampaikan, lewat ombak, sunyi malam, dan siapa saja rekan yang kau punya!!
Bahwa hatiku, pasti, dan selamanya untuknya..
Perubahan Sifatmu
Pada pas kami tetap bersama
Kau terlalu menyangiku
Dan terhadap pas ku sedih
Kaulah yang sudah menghiburku
Tetapi,mengapa pas ini ?
Kau tak dulu menyapaku
Kau tak dulu memanggil namaku
Dan kau tak dulu menghiburku lagi
Apakah ini sifatmu ?
Tapi ku kira ini bukan sifatmu
Ku terlalu mengetahui sifatmu
Apakah ini bertanda sifatmu sudah berubah kepadaku ?
Keindahan
Cinta…
Disaat kau ada dalam hidup ku kau mempengaruhi segalanya
Kau isikan ruang di hatiku
Disaat saya jadi merasakan indah nya cinta kala itulah saya wajib merasakan kepedihan
Terlalu cepat bagi ku untuk merasakan kepedihan itu
Begitu banyak kenangan manis salah satu kami berdua
Kini hilang begitu saja seperti air yang mengalir
Aku jelas terkecuali ternyata cinta terhitung dapat mendatang kan kesedihan
Rasa sakit kepedihan dan kebahagiaan membawa dampak saya lebih dewasa dan lebih jelas perihal apa itu cinta
Patah
Terakhir , saya tetap berdiri.
ditempat yang jauh lebih gelap daripada hitam.
meski pengap asa.
nafasku tetap ada.
Entah salah apa dan siapa,
entah bisnis atau takdirkah?
aku wajib tersesat,
aku wajib sakit,
dan keadilan jadi gila.
Sekuat apa pun saya bertahan,
sehebat apa pun saya melawan ,
pada kelanjutannya saya wajib patah.
dan kehilangan hati.
Belenggu
Terpuruk saya disini.
Sendiri, mengobati luka dalam hati….
walau jadi berat…
tapi saya wajib melepaskanmu….
melepaskan seluruh kenangan,
yang pedihnya terus memaksaku untuk kembali meneteskan air mata…
aku berdo’a,
semoga engkau senang dengan kehidupanmu yang baru…
tanpa terdapatnya beban, dikarenakan wajib mencintaiku…
dan jangan dulu coba untuk menghapuskan air mata ini…
karena cuma air mata ini yang selamanya berharap kau kembali…
Sebenarnya, saya menyesal sudah mengenalmu…
tapi saya menyadari,
sedikit pun saya tak bakal dulu dapat untuk membencimu.
karena seluruh yang kami alami hanya bagian kecil,
dari sebuah perjalanan hidup yang selamanya wajib kami lewati…
tak wajib kembali kau cari sebuah alasan,
karena barangkali cuma tuhan yang tau,
mengapa kami wajib saling menyakiti..
Puisi Terakhir
Tak dapat kembali berdiri kala cinta tak kembali dapat kuraih
Mengapa cinta ini begitu menyakitkan hati
Mengapa rasa rindu mendalam ini menyiksa batin
Tak jelas dengan seluruh keadaan ini terjadi
Tak tau bakal bersandar terhadap pundak yang tlah hilang
Entah sampai kapan bakal terus begini
Bukan keluh kesah yang menghendaki terucap, tetapi keingintauan yang jadi lama jadi dalam
Merendam setiap amarah kala pengkhianatan cinta itu terlihat
Diam dan cuma terdiam,,, tak tau arah tujuan
Kosong ,,, satu ruang yang dulu terisi penuh dengan keindahan cinta
Sepi ,,, terbayang masa selanjutnya yang hidup dan kini jadi mati
Gelap,,, cinta dulu yang penuh warna hilang jadi kelabu
Tuhan … jika sebenarnya ini jalur darimu
Tolong bantu saya untuk kuat jadi perempuan yang tegar
Tuhan … jika sebenarnya dia bukanlah untukku
Tolong bantu saya untuk membebaskan perasaan mendalam ini tentangnya
Aku cuma menghendaki menyaksikan kebahagiaan darinya
Meski kesakitan yang jadi olehku
Cintaku bukan dikarenakan tak kuperjuangkan
Melainkan cintaku, saya korbankan untuk kebahagiaan cintaku
Aku cuma manusia yang tak tau diri
Aku tak punya apa pun untuknya
Cintaku yang percuma takkan dulu tersedia balasnya
Cintaku yang diam membuatnya jadi jauh
Kini ku cuma dapat tersenyum menghindar kesakitan ini
Dia adalah masa selanjutnya terindahku ….
Untuk Cinta
Maafkan saya dinda
Dalam kesendirian ku teringat dirimu
Yang lembut,menyejukan ku
Seakan memberi harap
Tapi tak mau untuk ku sentuh
Ibarat bidadari tak bersayap
Yang ku cinta,ku puja dan ku damba
Namun tak dapat ku raih bahagiamu
Sekejap saya melayang mengingat tentangmu
Sakit pula hatiku
Kelemahan ku,,,,
Lebih sayang padaku
Hingga saya wajib pergi darimu
Beribu kali saya berpikir
Kebahagian apa yang bakal kau dapat bersamaku ?….
Karna kau berhak
Kau yang indah
Aku mau teluka untuk bahagiamu
Hanya itu tangis hati ku untuk cinta ku
Kenanganku dan Dia
Dulu kami selamanya bersama
Menjalani hari-hari dengan penuh warna
Bersenda gurau di bawah cerahnya rembulan
Semua tentangmu sudah saya ketahui
Dan tak tersedia rahasia yang kusembunyikan kembali darimu
Karena saya begitu yakin denganmu
Namun..
Kini seluruh cuma bayangan
Semua cuma kenangan
Yang terkubur dengan dengan kehilangan
Kehilangan kau yang begitu sempurna
Mungkin dunia tak menghendaki kami bersatu
Bersatu dalam ikatan tali persahabatan suci
Biarlah seluruh terjadi
Karena barangkali ini adalah yang terbaik
Namun..
Kau tetap jadi yang terindah
Dan cuma kau seorang
Yang takkan tergantikan oleh intan permata sekalipun
Aku berdoa
Semoga kau mendapat daerah yang indah terhitung disana
Bahkan barangkali lebih indah dari seluruh kenangan kita
Derai Lara
Dirantai dalam sepi,
Mendekap mimpi sunyi,
Hembuskan nafas risih yang mengikis
Serasa bagai sudah mati
Gelagak yang kaku dalam gelap
Fikirkan apa yang bakal diterima kelak
Harapan berunjung penuntasan
Penantian terbalas sekakitan
Sungguh, lirih yang berarti
Sendiri,
Kenyataan pahit yang terpaksa tertelan
Lidahku keluh ,
Mayaku mengamuk, naluriku berkerasl
Hatiku bertahan, sempat
Tapi, ragaku tak mampu
Ini hanyalah, sesaat
Tapi, bisakah esok tak tersedia yang sesak !
Itulah contoh puisi sedih dalam berbagai keadaan yang ada di kehidupan kita. Menjadi bijak bila rasa sedih tidak hanya membawa tangisan penyesalan. Tapi juga gagasan berbaikan, simfoni penggugah semangat dan kemauan untuk bangkit kembali.