Suku Bangsa – Suku bangsa adalah kelompok etnik yang mendiami suatu kawasan karena adanya kesamaan garis keturunan. Kesamaan suku ditandai dengan satu kebudayaan, agama, perilaku, dan ciri-ciri biologis yang sama.
Menurut sensus BPS tahun 2010, diketahui bahwa Indonesia memiliki setidaknya 1340 suku yang terbagi dalam 300 kelompok etnik dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Terdapat berbagai aturan yang digunakan untuk menentukan anggota suatu suku di Indonesia. Misalnya seperti Suku Batak menggunakan sistem garis keturunan patrilinial, Suku Minang menggunakan sistem matrilineal.
Sementara Suku Jawa menggunakan keduanya. Adapula yang menggunakan agama, seperti sebutan lama ‘bumiputera’ yang berarti orang Melayu Muslim.
Persebaran Suku Bangsa Di Indonesia
Kelompok suku terbesar di Indonesia adalah Suku Jawa yang mayoritas mendiami Pulau Jawa, hanya sebagian kecil yang bertransmigrasi ke pulau lain.
Persebaran suku di Indonesia tidaklah begitu jelas yang diakibatkan oleh adanya perpindahan penduduk, percampuran budaya, dan adanya saling mempengaruhi antara satu suku dengan suku lainnya.
Belum lagi dengan suku bangsa campuran, misalnya sebutan orang indo untuk keturunan bule dengan melayu, orang peranakan untuk keturunan tiongkok dan melayu, ataupun orang mestis yaitu keturunan bumiputera dengan hispanik.
Baca Juga: Suku Mante
Beberapa Suku Bangsa Di Indonesia
Memasuki era modern, percampuran budaya antar suku semakin banyak terjadi dan tidak mungkin bisa dicegah. Akan tetapi masih terdapat suku yang menolak budaya luar mempertahankan adat istiadat sesuai dengan warisan leluhur. Berikut suku bangsa yang masih mempertahankan adat istiadatnya sampai sekarang:
1. Suku Korowai Di Papua
Ciri khas Suku Korowai adalah membangun rumah di atas pohon setinggi 50 – 70 meter di tengah hutan belantara Papua. Suku Korowai diketahui sebagai suku yang tidak mengenal pakaian. Bahkan tidak dengan koteka yang merupakan pakaian adat masyarakat Papua. Suku ini baru diketahui keberadaannya pada tahun 1970-an.
2. Suku Dayak Punan Di Pedalaman Kalimantan
Suku Dayak adalah salah satu suku mayoritas yang mendiami Pulau Kalimantan. Meskipun sebagian besar masyarakat Dayak telah terbuka pada modernisasi, masih ada satu rumpun suku yang mempertahankan kebudayaan warisan leluhur yaitu Punan.
Masyarakat Dayak Punan tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Menurut berbagai sumber, leluhur suku ini berasal dari Yunan, daerah di Tiongkok yang kini telah menjadi sebuah provinsi.
Penduduk Punan adalah yang paling terbelakang dibandingkan dengan keseluruhan Suku Dayak. Mereka masih memilih untuk tinggal di goa-goa dan lembah sungai. Pakaian yang mereka kenakan adalah sama jenisnya seperti yang dikenakan oleh leluhur mereka dan enggan bersinggungan dengan modernisasi. Fakta paling unik mengenai suku ini adalah alergi mereka terhadap sabun.
3. Suku Samin Di Blora, Jawa Tengah
Asal muasal Suku Samin cukup unik dibandingkan dengan suku-suku lainnya. Suku ini merupakan keturunan para pengikut Samin Surosentiko atau Raden Kohar yang memiliki ajaran sedulur sikep.
Mereka mengasingkan diri karena enggan tunduk pada aturan penjajah, menutup mata dan telinga dari perkembangan dunia luar. Bahkan kabar akan kemerdekaan Indonesia baru mereka ketahui sekitar 3 dekade sejak proklamasi dikumandangkan. Kabar mengenai meninggalnya pimpinan mereka pada tahun 1914 di tempat pengasingannya di Padang pun terlambat diketahui.
Meski populasinya tidak besar, namun suku ini tersebar di Blora, Jawa Tengah dan Bojonegoro, Jawa Timur – menempati kawasan pegunungan Kendeng. Suku Samin lebih suka menyebut diri mereka sebagai wong sikep.
4. Suku Kajang Di Sulawesi Selatan
Berada di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba dan terbagi menjadi Kajang Dalam dan Kajang Luar. Suku Kajang Dalam adalah yang masih mempertahankan adat istiadat dan kebudayaan dari leluhur apa adanya dan menolak intervensi dari luar kelompok mereka. Berpusat di Dusun Benteng, segala aktivitas mereka lakukan di dalam dusun.
Sedangkan Suku Kajang Luar adalah anggota suku yang mau menerima pengaruh budaya asing meski tetap mempertahankan adat istiadat dan kebudayaan asli suku. Tersebar di 7 desa di Kecamatan Bulukumba. Untuk acara adat, kedua anak suku tetap berkumpul di Dusun Benteng.
Baca Juga: Suku Betawi
5. Suku Badui Di Lebak, Banten
Suku Badui adalah salah satu suku minoritas yang paling terkenal. Mereka mengisolasi diri dari pengaruh kebudayaan asing. Sama halnya seperti Suku Kajang, Suku Badui juga terbagi dua, anggota suku yang enggan berinteraksi dengan dunia luar dan anggota suku yang merangkul dunia modern.
Asal usul sebutan badui sendiri memiliki beberapa versi. Ada yang mengatakan bahwa nama itu diambil dari nama Arab Baduwi, suku nomaden yang tinggal di dataran Arab. Ada pula yang mengatakan sebutan itu berasal dari Baduy, nama sungai dan gunung yang berada di bagian utara permukiman suku. Masyarakat Badui sendiri lebih suka disebut urang kanekes. Agama yang dianut oleh anggota Suku Badui adalah Sunda Kanekes.
6. Suku Polahi Di Sulawesi Utara
Penduduk Suku Polahi bermukim di Hutan Boliyahato, Kota Gorontalo. Sistem hidup nomaden masih dipertahankan oleh suku ini. Sangat menghindari interaksi dengan dunia luar dan tidak mengenal sistem kepercayaan.
Baca Juga: Suku Sasak
7. Suku Kubu Di Jambi
Suku Kubu dikenal juga dengan sebutan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba. Adalah suku yang masih hidup secara nomaden dengan berburu dan meramu di hutan pedalaman di Jambi dan Sumatra Selatan. Kepercayaan yang dianut adalah animisme dan dinamisme.
Keberadaan suku ini semakin terancam punah karena masalah pembalakan liar dan pembukaan hutan untuk perkebunan. Juga banyaknya usaha dari pemerintah dan masyarakat sekitar dalam melakukan pendekatan dan marginalisasi.
Dengan banyaknya jumlah suku bangsa di Indonesia, masih ada banyak suku kecil lain yang tinggal di pelosok pedalaman dan masih mempertahankan adat kebudayaan leluhur. Di satu sisi, terselip rasa bangga akan kemajemukan yang dimiliki oleh bangsa ini. Bahwa Indonesia memiliki banyak kebudayaan yang tak pernah habis untuk digali.
Akan tetapi di sisi lain, rasa iba pun muncul tanpa bisa dicegah. Karena di era sekarang tidak ada pilihan lain bagi mereka selain menjadi obyek keingintahuan bagi masyarakat modern. Mungkin keengganan sebagai obyek inilah yang membuat mereka menutup diri dari dunia luar.