Kerajaan Demak – Sejarah Masa Kejayaan & Peninggalan | LezGetReal

Kerajaan Demak

Kerajaan Demak Membahas mengenai Kerajaan Demak tak bisa lepas dari peranan kerajaan ini dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Kekuasaan Demak di tanah Jawa tidak berlangsung lama, lebih kurang hanya selama lebih kurang 79 tahun dengan lima orang raja memerintah.

Penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa yang diprakarsai pada masa kekuasaan Demak dilakukan oleh sembilan orang wali yang lebih dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Para wali dikirimkan ke daerah-daerah yang masih berada dalam sisa kekuasaan kerajaan Hindu dan Budha di tanah Jawa. Tugas mereka ialah mengislamkan Pulau Jawa dan menjadikan daerah tersebut masuk ke dalam wilayah Demak.

Kerajaan yang didirikan oleh Raden Patah ini mengalami puncak kejayaan di bawah kepemimpinan Sultan Trenggana, putra Raden Patah, dan berakhir pada masa kekuasaan Arya Penangsang. Masa kejayaan ditandai dengan perebutan Sunda Kelapa dari tangan Portugis, sedangkan masa keterpurukan dimulai dengan adanya perebutan kekuasaan dan pemberontakan.

Kerajaan Demak


Sejarah Berdirinya Kerajaan Demak

Sejarah Berdirinya Kerajaan Demak

Berlokasi di pesisir utara Pulau Jawa, Demak merupakan sebuah kadipaten dari Kerajaan Majapahit. Akibat adanya kemunduran dalam politik Majapahit, terjadi kekacauan dalam negeri yang disebabkan oleh perebutan kekuasaan. Karena lokasinya yang strategis sebagai jalur pelayaran, Demak tidak terpengaruh akan kekacauan ini dan menjadi daerah yang mandiri.

Dalam sejarah Jawa, banyak disebutkan bahwa Kerajaan Demak adalah pengganti langsung dari Kerajaan Majapahit. Hal ini dikarenakan banyak yang meyakini bahwa pendiri kerajaan adalah putra raja Majapahit yang terakhir. Kepercayaan inilah yang memudahkan berdirinya Demak sebagai sebuah kerajaan.

Baca Juga: Kerajaan Mataram Kuno


Raja-Raja Kerajaan Demak

Raja Raja Kerajaan Demak

Dalam masanya, sebuah Kerajaan tentu mengalami pergantian raja. Begitu pun dengan Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa ini. Tercatat terdapat lima orang yang memimpin Demak sebagai raja yaitu :

1. Raden Patah

Menurut berbagai sumber, Raden Patah disebut-sebut sebagai keturunan terakhir dari raja Majapahit bernama Brawijaya bersama dengan seorang putri dari Campa.

Gelar yang diberikan kepada Raden Patah ialah Senapati Jumbang Ngabdurrahman Panembahan Sayidin Palembang Panatagama. Terselip nama Palembang di tengah gelar dikarenakan nama kota tersebut merupakan kota kelahiran Raden Patah.

Raden Patah memerintah Demak selama 43 tahun. Diawali sejak berdirinya Demak sebagai sebuah kerajaan pada tahun 1475 Masehi sampai turun tahta pada 1518 Masehi.

2. Pati Unus

Pati Unus menggantikan ayahnya sebagai raja Demak yang ke-2 dan naik tahta pada tahun 1518 Masehi. Nama lain dari Pati Unus yang juga dikenal luas adalah Pangeran Sabrang Lor. Hal ini disebabkan karena keberanian Pati Unus dalam memimpin armada laut untuk menyerang Portugis yang menduduki Malaka.

Masa kepemimpinan Pati Unus berumur singkat, hanya selama 3 tahun. Tahun 1521 Masehi, sang penyeberang laut mangkat sehingga tahta kerajaan diserahkan kepada adiknya.

3. Sultan Trenggana

Trenggana adalah putra Raden Patah dan naik tahta menggantikan kakaknya, Pati Unus, pada tahun 1521 Masehi. Setelah menjadi raja, Trenggana dianugerahi gelar sebagai sultan. Sultan Trenggana adalah raja Demak yang paling besar. Penyebabnya adalah keberhasilan utusan militer yang dikirimkan dalam merebut Sunda Kelapa dari kekuasaan Portugis.

Selain itu, pasukan Sultan Trenggana juga berhasil mengalahkan kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang masih ada di tanah Jawa, kemudian menjadikannya dalam wilayah kekuasaan Demak.

Penguatan kekuasaan juga dilakukan dengan cara perkawinan seorang putrinya yang dinikahkan kepada Bupati Madura dan mengambil Joko Tingkir (putra bupati Pengging) sebagai menantu. Masa pemerintahan raja Demak ketiga ini berakhir saat Sultan Trenggana terbunuh dalam medan pertempuran Pasuruan pada tahun 1546 Masehi.

4. Sunan Prawata

Suksesi pergantian kepemimpinan Demak diwarnai sengketa antara Pangeran Surowito dengan Raden Mukmin. Persengketaan berakhir dengan terbunuhnya Pangeran Surowito selepas pulang dari masjid usai menunaikan shalat Jumat pada tahun 1546 Masehi.

Tampuk kekuasaan jatuh pada Raden Mukmin yang setelah naik tahta mendapat gelar Sunan Prawata. Masa pemerintahannya hanya berlangsung selama satu tahun dan berakhir karena dibunuh oleh Arya Penangsang yang membalas dendam atas kematian ayahnya.

5. Arya Penangsang

Setelah membunuh Sunan Prawata, Arya Penangsang menduduki tahta raja dan memerintah selama tujuh tahun. Masa kepemimpinan Arya Penangsang dipenuhi dengan ketidakpercayaan dari pemimpin daerah-daerah kekuasaan Demak. Hingga akhirnya Arya Penangsang terbunuh pada 1554 Masehi dalam pemberontakan yang dipimpin oleh Adipati Pajang, Joko Tingkir.


Bukti Masa Kejayaan Kerajaan Demak

Bukti Masa Kejayaan Kerajaan Demak

Demak sudah menjadi daerah yang mandiri sejak masih berada di bawah kekuasaan Majapahit. Kondisi ini berlanjut hingga masa Demak menjadi kerajaan yang merdeka. Banyak hal yang dapat menjadi bukti masa kejayaan Kerajaan Demak. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Daerah Kekuasaan Yang Luas

Pada masa pemerintahan raja Demak yang pertama, wilayah kekuasaan Demak meliputi Banjar, Palembang, Maluku, serta bagian utara Pulau Jawa. Daerah kekuasaan ini bertambah luas pada kepemimpinan Sultan Trenggana yang berhasil menguasai wilayah bekas Majapahit di Jawa Timur seperti Tuban, Madura, Madiun, Surabaya, Pasuruan, Kediri, Malang, dan Blambangan.

2. Keadaan Ekonomi Yang Mapan

Sebagai salah satu pelabuhan besar di Nusantara, Demak memiliki peranan penting dalam perdagangan antar pulau di Indonesia. Komoditi perdagangan utama Demak adalah hasil pertanian, khususnya beras. Selain itu, lilin dan madu juga menjadi komoditas utama ekspor Demak.

Dukungan terhadap kegiatan ekonomi ditunjukkan dengan adanya pelabuhan khusus untuk aktivitas perdagangan, yaitu yang terletak di sekitar Bonang, Demak. Sementara untuk aktivitas militer, pelabuhan yang digunakan adalah yang berlokasi di sekitar Teluk Wetan, Jepara.

3. Kehidupan Sosial Budaya Yang Harmonis

Masyarakat Demak hidup dalam aturan ajaran dan hukum Islam, terlebih karena kegiatan Wali Sanga didukung oleh kerajaan. Para Wali Sanga mengajarkan Islam dengan metode akulturasi dengan kebudayaan Hindu dan Budha yang sebelumnya dianut, agar masyarakat merasa tertarik dan mau memeluk Islam.

Tradisi ajaran Wali Sanga yang masih tersisa adalah Sekaten, yang pertama kali digagas oleh Sunan Kalijaga. Kegiatan ini masih diselenggarakan hingga sekarang, terutama di Cirebon, Yogyakarta, dan Surakarta di mana kebudayaan keraton masih dilestarikan.

Adapun warisan lain yang masih dapat dijumpai pada masa sekarang adalah Masjid Agung Demak yang sudah ada sejak masa Kerajaan Demak dulu. Bangunan masjid dipenuhi dengan ukiran kaligrafi. Keunikan lain dari masjid ini adalah tiangnya yang berasal dari sisa patahan-patahan kayu yang disatukan.

Baca Juga: Kerajaan Sriwijaya


Runtuhnya Kerajaan Demak

Runtuhnya Kerajaan Demak

Masa keruntuhan Kerajaan Demak dimulai sepeninggal Sultan Trenggana. Adanya perselisihan dalam perebutan kekuasaan dalam keluarga kerajaan, menyebabkan munculnya pemberontakan-pemberontakan dari daerah-daerah kekuasaan Demak.

Terbunuhnya Pangeran Surowito menjadi penyebab pembunuhan terhadap Sunan Prawita (pengganti Sultan Trenggana) dan istrinya. Ditambah lagi, sang pembunuh. Arya Penangsang naik tahta menjadi raja dan dalam prosesnya para pengikutnya membunuh Pangeran Hadiri, Bupati Jepara. Inilah yang memicu ketidaksenangan dari para adipati lain untuk mengakui Arya Penangsang sebagai raja Demak.

Pemberontakan terakhir yang didukung oleh keluarga kerajaan, dipimpin oleh Joko Tingkir yang saat itu menjabat sebagai Adipati Pajang. Pemberontakan berhasil dengan terbunuhnya Arya Penangsang oleh anak angkat Joko Tingkir yang bernama Sutawijaya. Joko Tingkir kemudian memindahkan kekuasaan ke Pajang dan itulah yang menandai berakhirnya masa kekuasaan Kerajaan Demak.


Penutup

Sejarah mencatat, banyak kerajaan-kerajaan yang berakhir karena masalah persengketaan dalam istana. Demikian pula yang terjadi pada Demak. Tidak adanya pemimpin cakap yang mampu meneruskan apa yang telah dicapai oleh para raja sebelumnya juga menjadi kendala. Pergolakan politik seperti itu cenderung memicu munculnya pemberontakan.

Akan tetapi, dibalik itu semua kebudayaan Islam yang telah dibangun Demak banyak diwarisi oleh kerajaan-kerajaan Islam Jawa setelahnya. Seperti ritual tradisi gagasan para Wali Sanga untuk membujuk masyarakat agar memeluk agama Islam diteruskan, bahkan beberapa masih ada hingga sekarang.

Kerajaan Demak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *