Kerajaan Pajajaran – Tahukah Anda tentang Kerajaan Pajajaran? Kerajaan Pajajaran atau Kerajaan Sunda adalah kerajaan Hindu yang berlokasi di sebelah barat Pulau Jawa (Sunda).
Beribukota di Pajajaran (sekarang adalah Bogor), kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Pakuan Pajajaran (pakuan atau pakuwuan berarti kota).
Sebagaimana adat kebiasaan di Asia Tenggara pada masa itu yang menyebut kerajaan dengan nama ibukotanya. Beberapa catatan sejarah menyebutkan kerajaan ini didirikan oleh Sri Jayabhupati pada tahun 923.
Sementara Pakuan Pajajaran secara ‘resmi’ dinyatakan berdiri saat Jayadewata naik tahta pada 1482 dan bergelar Sri Baduga Maharaja. Sejarah kerajaan banyak dikisahkan dalam berbagai kitab cerita.
Masih sering pula dituturkan dalam pantun dan kisah babad. Serta ditemukan pula catatan dari berbagai prasasti yang ditemukan dan catatan perjalanan bangsa asing di Nusantara pada masa itu.
Berdirinya Pakuan Pajajaran
Kala itu, terdapat dua kerajaan di tanah Parahyangan (Sunda, sekarang Jawa Barat) yaitu Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda. Kedua kerajaan ini terikat oleh tali perkawinan antara putra raja Galuh dengan putri raja Sunda.
Kerajaan Galuh dipimpin oleh Raja Dewa Niskala dan Kerajaan Sunda dipimpin oleh Raja Susuktunggal. Pada tahun 1400-an, saat Majapahit diambang kehancuran, rombongan pengungsi dari datang ke Kerajaan Galuh dan diterima dengan tangan terbuka.
Sambutan tak berhenti di situ, kepala rombongan yang masih merupakan saudara dari Prabu Kertabumi (raja Majapahit) bernama Raden Baribin dinikahkan dengan salah seorang putri Galuh, Ratna Ayu Kirana. Sang raja pun mengambil seorang istri dari rombongan pengungsi Majapahit.
Tindakan tersebut menyebabkan kemarahan dari raja Sunda yang menuduh raja Galuh melupakan aturan bahwa orang Galuh dan Sunda dilarang keras menikah dengan orang dari Majapahit. Kedua raja yang terlibat pertalian besan ini pun terlibat sengketa.
Terancam perang, dewan penasehat dari kedua kerajaan berunding dan meminta para raja untuk turun dari tahta. Dan kemudian bersama-sama menunjuk seorang pengganti untuk memimpin kedua kerajaan.
Tak disangka, nama yang ditunjuk oleh kedua raja adalah nama yang sama, Jayadewata. Maka terselesaikanlah persengketaan dengan jalan menyatukan dua kerajaan di bawah satu raja. Selain Sri Baduga Maharaja, Jayadewata juga dikenal dengan sebagai Prabu Siliwangi.
Baca Juga: Kerajaan Singasari
Masa Kejayaan Kerajaan Pajajaran
Tercatat ada 5 raja yang memimpin Kerajaan Pajajaran saat masih berkedudukan di Pakuan Pajajaran, yaitu Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521), Surawisesa (1521 – 1521), Ratu Dewata (1535 – 1543), Ratu Sakti (1543 – 1551), serta Ratu Nilakendra (1551 – 1567).
Dari kelima raja yang memimpin tersebut, masa kejayaan terjadi pada saat Sri Baduga Maharaja menduduki singgasana raja. Berbagai pembangunan fisik dilakukan untuk memudahkan kehidupan kerajaan dan rakyat.
Berbagai kisah dan cerita tak henti menyebutkan Sri Baduga Maharaja, bahkan hingga kini namanya masih dielu-elukan oleh masyarakat Sunda. Berikut ini beberapa pencapaian yang membuktikan masa kejayaan Kerajaan Pajajaran pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja :
1. Pembangunan Fisik
Karena masih berstatus sebagai ‘kerajaan baru’, Sri Baduga Maharaja banyak melakukan pembangunan fisik untuk memudahkan kehidupan negara dan rakyat. Berikut adalah pembangunan fisik yang dilakukan oleh raja pertama Kerajaan Pajajaran antara lain adalah:
- Membangun jalan dari Pakuan (ibukota) sampai ke Wanagiri,
- Membuat telaga besar yang diberi nama Talaga Maharena Wijaya,
- Membangun kabinihajian atau keputren atau tempat tinggal para putri, dan
- Membangun pamingtonan atau tempat hiburan.
2. Bidang Militer
Pertahanan negara diperkuat dengan memperkuat angkatan militer agar peristiwa seperti Peristiwa Bubat tidak terulang. Kesatrian atau asrama untuk prajurit dibangun untuk menarik minat para pemuda agar mereka mau menjadi prajurit.
Selain itu, para prajurit dibekali latihan dengan berbagai macam formasi tempur yang sering dipertunjukkan bagi rakyat.
3. Administrasi pemerintahan
Kegiatan administrasi pemerintahan dirapikan, dengan memberikan tugas yang spesifik kepada setiap abdi raja. Undang-undang kerajaan disusun untuk mengatur kehidupan dalam bernegara.
Serta aturan mengenai pemungutan upeti dibuat agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam proses penarikannya.
4. Keagamaan
Karena agama adalah bagian penting dari kehidupan manusia, desa-desa perdikan dibagikan kepada para pendeta dan murid-muridnya. Tanah perdikan adalah tanah yang tidak dipungut pajak.
Sehingga para pendeta dan muridnya dapat dengan leluasa memimpin ritual keagamaan tanpa perlu memikirkan masalah duniawi.
Kehidupan Masyarakat
Kehidupan masyarakat Pakuan Pajajaran dapat dilihat melalui beberapa aspek seperti ekonomi, sosial, dan budaya. Inilah penjelasannya :
1. Ekonomi
Mata pencaharian utama masyarakat adalah pertanian. Selain itu kegiatan perdagangan dan pelayaran juga dikembangkan. Pakuan Pajajaran memiliki enam pelabuhan penting, yaitu Pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda Kelapa, dan Cimanuk (sekarang Pamanukan).
2. Sosial
Dalam keseharian masyarakat Pakuan Pajajaran, penduduk digolongkan menurut pekerjaannya. Ada golongan seniman yang terdiri pemain musik gamelan, penari, dan badut. Lalu golongan petani dan golongan pedagang – yaitu mereka yang bermata pencaharian sebagai petani dan pedagangan.
Serta ada pula golongan penjahat, yakni mereka yang memiliki profesi di bidang kejahatan seperti perampok, pencuri, pembunuh, dan sebagainya.
3. Budaya
Agama yang secara resmi dianut oleh kerajaan adalah agama Hindu, sehingga praktik hidup keseharian sangan kental dengan ritual keagamaan Hindu.
Peninggalan yang masih dapat disaksikan hingga kini adalah kitab Cerita Parahyangan dan kitab Sangyang Siksakanda serta kitab cerita Kidung Sundayana. Adapula berbagai prasasti yang ditemukan tersebar di berbagai wilayah kekuasaan kerajaan.
Prasasti-prasasti tersebut di antaranya Prasasti Batu Tulis di Bogor, Prasasti Sangyang di Tapak, Sukabumi, Prasasti Kawali di Ciamis, Prasasti Rakan Juru Pangambat, Prasasti Horren, Prasasti Astanagede, Tugu perjanjian dengan Portugis (padraõ) di Kampung Tugu, Jakarta, dan Taman perburuan yang kini menjadi Kebun Raya Bogor.
Baca Juga: Kerajaan Demak
Runtuhnya Pakuan Pajajaran
Penerus tahta Pajajaran tidak ada yang bisa menandingi kemasyhuran Sri Baduga Maharaja. Semua catatan akan masa kejayaan yang terabadikan dalam cerita, kidung, pantun, babad, hingga terukir dalam prasasti-prasasti adalah hasil kerja keras dari sang raja pertama.
Catatan keruntuhan Pajajaran terjadi pada 1579 Masehi akibat serangan dari Kesultanan Banten, anak kerajaan dari Kerajaan Demak di Jawa Tengah. Ditandai dengan pemboyongan Palangka Sriman Sriwacana (singgasana raja) dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh Maulana Yusuf.
Pemboyongan singgasana batu tersebut adalah aksi simbolis terhadap tradisi politik masa itu agar Pakuan Pajajaran tidak bisa menobatkan raja baru. Maulana Yusuf ditasbihkan sebagai penguasa sah Sunda karena dirinya masih memiliki darah Sunda dan merupakan canggah dari Sri Baduga Maharaja.
Kerajaan Pajajaran adalah satu bukti sejarah, bahwa alih-alih berperang jalan damai masih dapat ditempuh untuk menyelesaikan pertikaian dua negara. Satu hal yang jarang ditemui, terutama pada masa itu.
Mungkin masih ada sisa trauma akibat peristiwa Bubut, di mana tanah Sunda nyaris porak-poranda akibat serangan Majapahit, sehingga mereka memilih jalan yang menghindari terjadinya perang.
Dan sambutan raja Galuh kepada para pengungsi Majapahit juga patut diapresiasi. Sangat sedikit orang yang bisa menerima pengungsi dari negara yang pernah melancarkan serangan perang ke negaranya. Meskipun entah apa alasan sebenarnya diterimanya para pengungsi tersebut, akan tetapi tindakan itu adalah lebih banyak terjadi pada konteks ketimbang praktik.
Berakhirnya masa kerajaan ini adalah akhir dari kekuasaan Hindu di Parahyangan dan awal dari masa dinasti Islam. Konon dikabarkan bahwa sebagian abdi istana menetap di Lebak dan menerapkan cara kehidupan mandala yang ketat. Kini keturunan dari para abdi istana ini adalah yang kita kenal sebagai Suku Baduy.