Sejarah Nabi Muhammad SAW – Siapa yang tidak mengenal sosok Nabi Muhammad SAW? Pastinya semua orang khususnya umat Islam mengenal nama tersebut. Beliau adalah seorang Nabi akhir zaman dan tidak ada Nabi lagi setelahnya. Oleh karena itu sejarah Nabi Muhammad SAW sangat penting untuk diketahui
Sejarah Nabi Muhammad SAW banyak menyita perhatian dunia, karena berlatar belakang keluarga yang sederhana di tempat yang sangat jauh dari pusat peradaban pada waktu itu.
Nabi Muhammad memiliki perjalanan hidup yang menarik untuk diketahui. Berikut ini beberapa penjelasan mengenai perjalanan hidup Nabi Muhammad mulai dari kelahirannya
Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW dilahirkan di Kota Makkah. Bayi Muhammad lahir dalam keadaan yatim dari seorang janda bernama Aminah yang ditinggal mati suaminya, Abdullah, saat usia kehamilannya baru memasuki bulan ke-3.
Lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awal bertepatan dengan tanggal 20 April tahun 571 Masehi atau lebih dikenal dengan sebutan tahun Gajah.
Sebutan tahun Gajah muncul karena pada tahun tersebut pasukan tentara menunggangi gajah di bawah pimpinan Abrahah yang berasal dari Abessinia, sebuah kerajaan Nasrani dari Yaman, menyerbu Makkah untuk menghancurkan Ka’bah. Serangan itu gagal atas kehendak Allah SWT. yang mengirimkan pasukan burung ababil.
Nama Nabi Muhammad SAW diberikan oleh sang kakek, Abdul Muththalib, yang kala itu adalah salah seorang yang terpandang di Makkah.
Baca Juga: Sejarah Bola Voli
Masa Kecil Nabi Muhammad SAW
Dalam kisah sejarah Nabi Muhammad SAW, bahwa Nabi Muhammad SAW lahir dari keturunan seorang pahlawan Suku Quraisy yang berasal dari Bani Ismail di pihak ayah dan ibu, dapat dikatakan merupakan golongan bangsawan.
1. Ibu Susuan
Sudah menjadi adat kebiasaan pada masa itu, bahwa bayi para bangsawan akan disusukan dan dititipkan kepada wanita badiyah (sebuah dusun di padang pasir). Hal ini dilakukan agar para bayi dapat menghirup udara yang bersih dan terhindar dari penyakit yang ada di kota, serta dapat berbicara secara murni dan fasih.
Hingga usia 5 tahun, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh Halimah Sa’diyah, ibu susuannya, sebelum kemudian dikembalikan kepada ibunya, Aminah.
2. Kematian Ibu dan Kakek
Memasuki usia 6 tahun, Nabi Muhammad SAW dibawa oleh ibunya ke Madinah untuk dikenalkan pada keluarga nenek dari pihak ibu dan untuk berziarah ke makam ayahnya. Setelah satu bulan tinggal di Madinah, rombongan ibu dan anak harus berhenti di tempat bernama Abwa’ dalam perjalanan kembali ke Makkah. Aminah meninggal di sana.
Menjadi yatim piatu, Nabi Muhammad SAW kemudian berada dalam asuhan Abdul Muththalib. Dua tahun mendapatkan curahan kasih sayang dari sang kakek, Abdul Muththalib wafat dalam usia 80 tahun.
3. Dalam Asuhan Sang Paman, Abu Thalib
Sesuai dengan wasiat dari Abdul Muththalib, hak asuh Nabi Muhammad SAW diserahkan kepada Abu Thalib. Dalam asuhan pamannya inilah, Nabi Muhammad SAW mendapatkan pelajaran hidup dengan ikut berdagang bersama sang paman dan menggembalakan kambing.
Pernikahan Dengan Khodijah
Memasuki usia dewasa, Nabi Muhammad SAW mulai mencukupi kebutuhannya sendiri dengan berdagang. Barang dagangan yang dibawanya berasal dari Khodijah, seorang janda kaya. Nabi Muhammad SAW membawa barang dagangan ke Syam dengan ditemani oleh salah seorang kepercayaan Khodijah.
Sekembalinya dari Syam dengan keuntungan yang sangat besar, Khadijah jatuh hati pada Nabi Muhammad SAW. Ditambah dengan laporan yang diterimanya, bahwa Nabi Muhammad SAW sama sekali tidak mengatakan satu kebohongan pun akan barang yang dijualnya. Hal yang tidak lazim dilakukan oleh seorang pedagang.
Maka sejarah Nabi Muhammad SAW mencatat babak baru – Khadijah melamar Nabi Muhammad SAW yang pada saat itu berusia 25 tahun, sementara Khadijah sendiri sudah berusia 40 tahun.
Baca Juga: Sejarah Bola Basket
Gelar Al-Amin
Al-Amin artinya orang yang dapat dipercaya. Gelar ini disematkan kepada Muhammad yang terkenal memiliki sifat jujur, berbudi luhur, dan kepribadian tinggi. Tidak pernah sekali pun melakukan perbuatan tercela.
Selain itu dalam sejarah Nabi Muhammad SAW dikisahkan sebagai pribadi yang cerdas dan memiliki bakat kepemimpinan yang kuat. Muhammad pernah mendamaikan perselisihan para pemimpin Quraisy yang berebut untuk meletakkan Batu Hitam (Al Hajarul Ashwad) pada saat mereka merenovasi Ka’bah.
Dengan kecerdasannya, Muhammad membentangkan selembar kain dan meletakkan Batu Hitam di atasnya, lalu meminta para pemimpin Quraisy untuk mengangkat tiap ujungnya.
Perjalanan Nabi Muhammad Setelah Diangkat Menjadi Rosul
Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rosul pada saat menginjak usia 40 tahun. Pada malam 17 Ramadhan yang bertepatan dengan 6 Agustus 610 Masehi, Muhammad didatangi oleh Jibril saat berdiam diri di Gua Hira, menurunkan wahyu yang pertama, Qur’an Surat Al-‘Alaq ayat 1 – 5.
Setelah peristiwa tersebut, Beliau mulai mengemban tugas sebagai Rosul yang tidak mudah dan melalui beberapa lika-liku dalam perjalanannya. Berikut ini ulasan selangkapnya perjalanan dan lika-liku Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah :
1. Dakwah Islam di Makkah
Nabi Muhammad SAW tidak serta merta langsung menerima bahwa dirinya telah terpilih sebagai pembawa perubahan, tidak hanya bagi kaumnya namun bagi dunia. Merasa bahwa tugas tersebut terlalu berat. Hingga turun wahyu yang kedua, Qur’an Surat Al-Muddatsir ayat 1 – 7, Nabi Muhammad SAW mengurung diri di dalam rumah.
Dengan dorongan semangat dari sang istri, yang menjadi pemeluk Islam pertama, Nabi Muhammad SAW mulai mensyiarkan ajaran baru yang dibawanya. Dimulai dengan keluarga dan sahabat dekatnya.
Perlahan namun pasti, satu persatu pemeluk Islam bertambah dan bertambah. Hal ini disebabkan karena akhlak dan budi pekerti Nabi Muhammad SAW yang tidak bercela dan tidak mungkin berkata bohong.
2. Tahun Kesedihan
Tiga belas tahun berdakwah menyiarkan Islam di Makkah, bukan tanpa halangan. Mulai dari kehilangan harta, diasingkan, tudingan sebagai orang gila, hingga hujatan diterima dari kaum Quraisy.
Yang paling parah adalah pemboikotan yang dilakukan kepada keluarganya, Bani Hasyim dan Bani Muththalib, baik yang sudah Islam maupun yang memberikan bantuan terhadap usaha Nabi Muhammad SAW.
Belum kering luka yang diterima akibat pemboikotan terhadap keluarganya, sang paman yang telah mengasuh dan membesarkannya meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tak beselang lama, Khodijah sang istri menyusul.
3. Isra’ dan Mi’raj
Di saat penderitaan akan dakwah Islam tengah berada di puncaknya, turun perintah Allah kepada Nabi Muhammad SAW untuk melakukan perjalanan isra’ dari Makkah ke Baitul Maqdis di Palestina dan mi’raj naik hingga langit ke tujuh sampai Sidratul Muntaha. Di sinilah perintah akan sholat lima waktu disampaikan.
Peristiwa ini terjadi pada 27 Rajab tahun ke-11 kenabian. Menurut para ahli sejarah Nabi Muhammad SAW, hikmah peristiwa isra’ dan mi’raj ini adalah untuk memperkuat iman dan keyakinan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rosul yang menyiarkan agama Islam. Serta bentuk ujian ketaatan bagi kaum Muslim.
4. Berhijrah Ke Madinah
Madinah, yang kala itu bernama Yastrib, adalah tempat yang berjarak 14 hari perjalanan ke sebelah utara Makkah. Di Yastrib, praktik keagamaan lebih mudah diterima dan jumlah pemeluk Islam di sana jauh lebih besar dibandingkan di Makkah.
Islam tersebar ke Yastrib melalui para jamaah haji yang berkunjung ke Makkah dan meyakini kebenaran dakwah Nabi Muhammad SAW. Melihat perkembangan Islam di Yastrib, perlahan Nabi Muhammad SAW memerintahkan para sahabat untuk berhijrah ke sana.
Kabar akan rencana kepindahan Nabi Muhammad SAW terdengar oleh kaum Quraisy, sehingga disusunlah rencana pembunuhan. Namun, rencana tersebut tidak berhasil karena atas perintah Allah, Nabi Muhammad SAW mempercepat keberangkatan beliau.
Peristiwa berhijrah berdasarkan sejarah Nabi Muhammad SAW terjadi pada tahun ke-13 kenabian. Tanggal 8 Rabi’ulawal tahun 1 Hijrah, Muhammad mendirikan Masjid Quba, sekitar 10 kilometer dari Yastrib. Dan pada 12 Rabi’ulawal pada tahun yang sama, tibalah Nabi Muhammad bersama dengan Abu Bakar dan Ali bin Abi di Yastrib.
Nama Yastrib berubah menjadi Madinatun Nabi (kotanya Nabi) dan dikenal dengan sebutan Madinah.
Baca Juga: Sejarah Indonesia
5. Haji Wada’ dan Wafatnya Muhammad
Perkembangan dakwah Islam mencapai puncaknya setelah masa hijrah. Di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, Madinah berkembang menjadi kota yang beradab dalam segala segi, baik ekonomi, politik, hingga keamanan militer. Para utusan kabilah-kabilah Arab datang untuk menyatakan keislaman.
Tahun ke-10 setelah hijrah, Muhammad bermaksud melakukan Haji dengan diikuti oleh 100.000 kaum muslimin. Pada saat berpidato di bukit ‘Arafah tanggal 9 Dzulhijah tahun 10 Hijrah, turunlah wahyu yang terakhir, Qur’an Surat Al-Maidah Ayat 3 yang berisi tentang kesempurnaan Islam.
Selesailah sudah tugas Nabi Muhammad SAW di dunia. Peristiwa ini dikenal dengan nama Haji Wada’ (Haji Perpisahan). Sekitar tiga bulan setelahnya, Nabi Muhammad SAW jatuh sakit dan tiga hari kemudian wafat pada tanggal 12 Rabi’ulawal tahun 11 Hijrah dalam usia 63 tahun.
Nabi Muhammad SAW meninggalkan peninggalan yang sangat berharga setelah kepergiannya. Tak hanya Islam, peninggalan Nabi Muhammad SAW lainnya adalah beralihnya bangsa Arab dari kumpulan masyarakat yang bodoh dan tidak beradab menjadi bangsa yang terpandang di dunia.
Sejak diIslamkan oleh Nabi Muhammad SAW, tidak ada lagi penyembahan berhala di tanah Arab. Adab masyarakatnya pun berkembang, alih-alih persengketaan yang berakhir dengan pertumpahan darah, mereka akan mengembalikannya sesuai ajaran Islam dan tuntunan Rosul SAW.
Mental masyarakat pun berubah dengan menyadari pentingnya disiplin dan taat. Dari segi politik, kepemimpinan Nabi Muhammad SAW mewariskan sebuah negara Islam yang memiliki satu pemimpin. Tak ada lagi peperangan dan pertikaian antar suku dan/atau kabilah. Yang adalah persaudaraan sebagai sesama muslim.
Capaian sejarah Nabi Muhammad SAW ini tak akan pernah bisa dicatat ulang oleh manusia lain. Tak ada manusia lain selain Nabi Muhammad SAW yang berhasil melakukan perubahan adab suatu bangsa hanya dalam kurun waktu 23 tahun saja. Maha Kuasa Allah atas segala kehendak-Nya.